PENGENALAN
PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA JERMAN DAN SWISS
I. PENDAHULUAN
Di
era globalisasi ini, dunia seakan sedang “menyusut” sehingga intensitas kita
untuk terhubung dengan orang maupun budaya asing akan menjadi lebih tinggi.
Terlebih lagi apabila dhubungkan dengan keinginan kita untuk mewujudkan
interaksi dengan orang asing dengan tujuan supaya lebih memahami keanekaragaman
budaya. Meskipun telah terbukti bahwa semua budaya dan berfungsi penting bagi anggota-anggota
budaya tersebut, adakalanya kalau dilihat dengan kacamata anggota budaya lain
mempunyai nilai yang berbeda. Walaupun mempunyai nilai yang berbeda menggunakan
nilai-nilainya sendiri. Oleh karena itu, pemahaman terhadap budaya lain sangat
perlu karena kurangnya pengetahuan budaya berperan pada penggunaan bahasa
komunikasi yang tidak pantas. Faktor perbedaan budaya seseorang juga bisa
menyebabkan orang tersebut terlihat tidak toleran orang dengan budaya berbeda.
Komunikasi
antar budaya adalah suatu proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan antar
orang yang latar belakang budayanya dapat membawa mereka mengartikan
tanda-tanda verbal dan nonverbal dengan cara yang berbeda. Keterampilan
komunikasi yang diperoleh akan memudahkan perpindahan dari pandangan yang
monokultural ke pandangan lebih multicultural, sehingga kemungkinan besar bisa
membantu kelancaran studi lanjut di luar
negeri.
Tipologi
sifat komunikasi manusia berdasarkan negara asal. Konteks budaya komunikasi
budaya yang kita ketahui dibagi menjadi dua, yakni high culture context dan low
culture context. Tentu saja keduanya merupakan jenis komunikasi yang sangat
berbeda. Tentu saja setiap negara memiliki perbedaan bahasanya masing-masing,
dalam makalah ini membahas mengenai negara Jerman dan Swiss.
II. PEMBAHASAN
Tipologi Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Tipologi adalah ilmu
watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut corak
masing-masing.
Semboyan “bahasa menunjukkan bangsa” memiliki makna bahwa
pada prinsipnya bahasa yang digunakan oleh satu kelompok masyarakat membedakan
kelompoknya dengan kelompok masyarakat lainnya.
Tipologi bahasa dibagi menjadi dua yakni, High culture context (budaya dengan konteks tinggi) sangat
bergantung pada isyarat non-verbal dan halus dalam komunikasi. Biasanya orang
berkomunikasi dengan isyarat mata, bahasa tubuh dll. Sedangkan, low culture context (budaya dengan
konteks rendah) budaya ini sangat bergantung pada kata-kata untuk menyampaikan
makna dalam komunikasi. Apa yang disampaikan maknanya dengan ucapan verbal.
Oleh karena itu budaya seperti ini akan betul-betul memperhatikan apa yang
dibicarakan oleh lawan bicaranya.
Negara di Asia kebanyakan mempunyai konteks budaya
tinggi, sedangkan Orang yang berkenegaraan di Jerman dan Swiss lebih menekankan
pada ungkapan verbal yang bermakna
harfiah untuk mengungkapkan maksudnya. Oleh karena itu, kita mengenal
orang-orang tersebut sebagai orang yang zakilejk
atau to-the-point. Bahasa Jerman
merupakan kelompok bahasa refleksi yaitu terjadinya perubahan-perubahan kata
yang ecara tipologi memperlihatkan perubahan fungsi gramatikal, dibandingkan
bahasa Indo Eropa lainnya, refleksi di dalam bahasa Jerman berperan sangat
penting yang mencakup perubahan verba (konjugasi); nomina, adjektiva, artikel,
dan pronominal (deklinasi), adjektiva dan sebagian adverbial (komparatif). Di
antara ketiga bentuk fleksi tersebut, untuk pembelajar bahasa Jerman konjugasi
termasuk sulit karena tidak saja berkaitan dengan makna gramatikal tetapi juga
makna pragmatik.
Budaya dan Kebiasaan Jerman
1.
Satu kali makan panas
Orang Jerman pada umumnya hanya satu kali makan
panas, biasanya untuk makan siang. Jadi sarapan dan makan malam roti. Buat
orang Jerman terlalu repot kalo 3 kali makan sehari harus selalu masak atau
memanaskan makanan. Selain itu untuk makan siang juga biasanya mereka punya
jenis makanan yang simple, contohnya kentang, Schnitzel, Wurst, salat dan
lain-lain. Selain itu orang Jerman juga tidak suka makan seperti orang
Indonesia. Beberapa orang Jerman yang pernah ke Indonesia tidak mengerti
mengapa orang Indonesia sering sekali makan, termasuk makan cemilan seperti
pisang goreng atau batagor, walaupun baru saja makan siang.
2.
Jalan-jalan di taman, ganti mall
Di Jerman istilah mall jarang dipakai, karena
jarang ada. Yang ada di Jerman adalah Fußgängerzone, yaitu daerah pejalan kaki
terbuka dan di sebelah kiri-kanan ada toko-toko. Pada umumnya orang Jerman
lebih suka meluangkan waktu untuk jalan-jalan di taman dari pada ke mall.
Mereka biasanya hanya pergi belanja kalo memang ada keperluan tertentu dan
bukan hanya untuk jalan-jalan.
3.
Sepeda ganti mobil
Sepeda adalah alat transportasi yang sangat
difavoritkan di Jerman. Biasanya kalo musim semi, musim panas, dan musim gugur
mulai banyak orang Jerman yang lebih menggunakan sepeda dari pada mobil. Ada
suatu Pengalaman, sewaktu masih sering naik sepeda karena tidak punya mobil,
kalo ngobrol dengan orang Indonesia biasa mereka langsung bertanya “Kenapa ga
beli mobil?”, sedangkan orang Jerman bilang “Gut, es ist gesund.”(terjemahan:
bagus hidup sehat). Lalu setelah punya mobil, orang Indonesia bilang “Mobilnya
apa?”, sedangkan orang Jerman “Wo ist dein Fahrrad?”(terjemahan: kemana sepeda
kamu?). Bahkan di Jerman manager juga banyak yang naik sepeda.
4.
Pengalaman ganti materi
Orang Jerman dikenal sebagai orang yang sangat
senang pergi berlibur. Biasanya orang Jerman setidaknya dalam satu tahun pergi
berlibur. Untuk itu mereka lebih memilih mengeluarkan uang untuk berlibur dari
pada membeli barang mahal. Juga orang Jerman tidak selalu membeli oleh-oleh
atau barang di tempat mereka berlibur. Selain itu orang Jerman juga senang
pergi ke museum, tempat bersejarah, dan outdoor.
5.
Rumah tanpa pembantu
Pembantu
rumah tangga di Jerman sangat mahal, oleh karena itu semua pekerjaan rumah
tangga harus dikerjakan sendiri. Pada umumnya orang Jerman menggunakan hari
sabtu untuk membersihkan rumah mereka. Ini juga salah satu alasan mengapa orang
Jerman hanya makan panas satu kali sehari. Ada juga orang Jerman yang membayar
orang untuk membersihkan rumah mereka, tetapi jadinya orang yang membersihkan
rumah mereka hanya datang seminggu sekali untuk waktu 2-3 jam.
6.
Dua hari sekali mandi, bukan dua kali sehari
Berbeda dengan di Indonesia, karena di sini lebih
dingin dan udaranya lebih bersih orang Jerman tidak perlu mandi sering-sering.
Selain itu udara di sini lebih kering dari pada di Indonesia, jadi kalo sering
mandi maka kulit akan kering. Karena itu kira-kira orang Jerman mandi 2 hari
sekali.
7.
Pertandingan bola dan hari minggu
Kedua hari ini adalah hari di mana biasanya sepi.
Pada pertandingan bola Jerman melawan negara lain, biasanya orang-orang
berkumpul di rumah atau pergi ke bar untuk nonton bola bersama. Jadi kira-kira
selama 2 jam pertandingan bola kota-kota di Jerman sangat sepi. Pada hari
minggu karena toko, supermarket, dan perkantoran tutup jadi sebagian besar
orang Jerman tinggal di rumah. Biasanya hari minggu juga digunakan oleh orang
Jerman untuk jalan-jalan ke taman atau naik sepeda.
Penentuan konjungsi relatif bahasa Indonesia sangat terbatas yang tidak bergantung
sepenuhnya pada ketiga hal yang sebagaimana berlaku dalam bahasa Jerman,
misalnya konjungsi relatif yang dan tempat; dan tidak ada aturan yangmengharuskan
predikat klausa bawahan untuk berada pada posisi akhir kalimat majemuk yang bersangkutan.
Lihatlah beberapa contoh kalimat di bawah ini
(1) Pelamar yang ijazahnya dari Boston itu memenuhi persyaratan kami.
(Sumber: Moeliono, 1996: 329-331. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia)
(2) Kaffe ist ein Getrӓnk, das in Deutschland sehr beliebt ist.
S P1 det Pel
det.rel Prep. Adv Adv
P2
Kopi adalah sebuah
minuman, yang di Jerman sangat disukai
adalah „Kopi adalah sebuah
minuman yang sangat disukai di Jerman‟.
Culture Shock (Gegar Budaya)
Culture shock sangat berkaitan dengan keadaan dimana ada kekhawatiran dan
galau berlebih yang dialami orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing.
Biasanya, orang yang mengalami culture shock adalah mereka yang relatif labil
dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang berbeda dengan yang biasanya
terdapat di tanah air, seperti lingkungan rumah, jenis makanan yang berbeda,
suasana kampus dan perkuliahannya, pergaulan dengan orang-orang yang tidak
sesuai harapan dikenal menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya gejala
culture shock.
Biasanya para pengamat membagi empat tahapan timbulnya culture shock,
yaitu:
1. The honeymoon phase (fase
bulan madu) Dalam fase ini,
orang yang sedang studi lanjut di luar negeri biasanya akan merasa bahagia
setibanya di negara yang baru, apalagi negara yang belum pernah dikunjungi
sebelumnya. Biasanya, semua hal yang baru terasa menarik dan menyenangkan.
2. The crisis phase (fase
krisis) Dalam fase ini,
perbedaan di negara baru mulai terasa tidak pas atau membosankan. Hal yang
tidak pas ini bias berupa makanannya (kesulitan mencari makanan yang sesuai
dengan lidah, kesulitan mencari bahan makanan yang halal, dll),
3. The adjustment phase (fase
penyesuaian) Fase ini sangat
penting karena sukses tidaknya kita melewati masa gegar budaya tergantung dari
kemampuan kita untuk melakukan penyesuaian..
4. Bi-cultural phase (fase dwi
budaya) Setelah sukses
melewati fase-fase sebelumnya, Meskipun demikian, harus ada keseimbangan antara
memahami kebudayaan asing tanpa meninggalkan identitas kita sebagai bangsa
Indonesia.
Bahasa dipahami sebagai alat komunikasi yang digunakan
untuk menyampaikan pandangan hidup, gagasan, dan wawasan. Secara tidak langsung
bahasa seseorang mencermikan identitas sosialnya.karena perkembangan kebahasaan
seseorang dipengaruhi oleh regulasi lingkungan sosialnya yang spesifik, antara
lain nilai yang berlaku dalam lingkungan, faktor politik atau ekonomi, pengetahuan,
dan media.
Bagaimana kaitan antara bahasa, budaya, dan pikiran
hingga saat masih dijadikan bahan diskusi oleh para pakar bahasa, khususnya
penganut hipotesis relativitas bahasa/Sapir-Whorf-Hypothese yaitu bahwa bahasa
seseorang menentukan pandangan dunianya melalui kategori gramatikal dan
klasifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang yang diwarisi bersama
kebudayaannya dan keuniversalan bahasa bahwa semua bahasa di dunia mempunyai
dasar yang sama dengan sistem logika (Kridalaksana; 1993).
Meskipun masih terdapat ketidaksepahaman pendapat antara
para pakar bidang bahasa, Pӧrings & Schmitz (2003) berpendapat bahwa budaya
memang memengaruhianggota masyarakat yang hidup di dalam budaya tersebut. Hal
ini terlihat dengan berbedanya kata-kata kunci yang spesifik untuk anggota
masyasrakat yang hidup dalam budaya Amerika adalah love dan freedom, sementara
untuk anggota masyarakat yang hidup dalam budaya Jerman adalah Arbeit
‘pekerjaan’, Heimat ‘tanah air’, Ordnung ‘keteraturan’, dan Umwelt
‘lingkungan’.
Culture Shock Jerman
Tepat Waktu
Di negara Jerman memiliki ketepatan waktu yang sangat dijunjung tinggi,
bagi banyak orang Jerman waktu sangatlah penting dan berharga. Bila terlambat
satu atau dua menit saja bisa ketinggalan bis atau kereta. Sedangkan di
Indonesia berbanding terbalik dalam masalah waktu.
Ramah, Sopan dan Siap Membantu
Orang Jerman termasuk sangat ramah dan siap membantu, banyak orang disana
selalu ramah menyapa tiap kali berpapasan. Bahkan walaupun mereka berkritik
beberapa perilaku kita, mereka selalu mencoba untuk melakukannya dengan sopan.
Dalam hal ini Indonesiapun tidak jauh berbeda dari negara Jerman.
Ruang Privasi
Di Jerman kebebasan individu lebih dijunjung tinggi daripada di Indonesia,
hal ini berarti bahwa ruang privasi di Jerman lebih penting. Jika di Jakarta
dalam mengantri kita bisa berdiri sangat dekat dengan orang didepan kita,
sampai-sampai hidung kita bisa menyentuh leher orang tersebut. Sedangkan di
Jerman hal tersebut hampir tidak pernah terjadi, kecuali memang tidak bisa
dihindarkan.
Karakteristik
Negara Swiss
1. Coklat dan Keju
Swiss terkenal dengan produk
coklat. Berbagai cokelat Swiss dibuat dengan banyak susu dan krim. Negara ini
merupakan salah satu penghasil coklat terbaik di dunia. Coklat hasil rumahan
juga sangat lezat. Selain itu orang Swiss merupakan negara pengonsumsi cokelat
terbanyak
di dunia.
Setiap daerah di Swiss mempunyai
keju khas. Keju yang paling terkenal adalah Gruyere, yang memiliki lubang di
permukaannya dan Emmentaler (sering disebut dengan keju Swiss). Orang Swiss
punya cara sendiri untuk menikmati keju. Nama menu tersebut adalah chesse
fondue, yakni keju cair yang disantap bersama roti.
2. Negara Tanpa Modal dan Tanpa
Presiden
Disini tidak ada presiden atau
ibukota Swiss, tetapi ada 4 bahasa resmi di negara ini. Warga memiliki hak
untuk membatalkan undang-undang yang diloloskan oleh parlemen dan tidak pernah
ada konflik rasial di Swiss. Jelas berbeda dengan Indonesia yang mempunyai
Presiden dan wakil presiden serta para menteri.
3. Pemandangan Alam
Swiss merupakan negara dengan
pemandangan yang menakjubkan. Swiss terkenal dengan alamnya yang hijau, makin
sempurna oleh salju yang menyelimuti pegunungannya. Belum lagi tingkat keamanan
dan kebersihan yang terjaga membuat negara ini menjadi tujuan untuk berbulan
madu
4. Penuh Kedamaian
Swiss terkenal dengan kebijakan
non-interferensi. Negara ini tidak pernah bergabung dalam salah satu perang
apapun di dunia. Mereka menciptakan kedamaian untuk kedua pihak yang bertikai
dan tetap netral. Berbeda dengan di
Indonesia yang sering ricuh karena hal sepele.
5. Pendiri Palang Merah
Internasional
Palang Merah menyediakan bantuan
medis untuk perang dan penyakit orang dipukuli di seluruh dunia. Lambang Palang
Merah sebenarnya diadopsi dari bendera Swiss, untuk menghormati Henry Dunant
sang Pendiri Palang Merah yang berkebangsaan Swiss juga sebagai bentuk
penghormatan terhadap negara Swiss sebagai tempat konvensi kesepakatan
penggunaan tanda untuk tenaga sukarela di Medan Perang.
Gegar
Budaya Negara Swiss
Pejabat Pemerintah Tak diberi Fasilitas
Mewah
Berbeda dengan negara Indonesia,
dimana pejabat diberikan fasilitas yang lengkap mulai dari tempat tinggal,
kendaraan, hingga keamanan. Negara Swiss memiliki budaya yang unik dimana
pejabat publiknya tidak diberikan fasilitas yang berlebihan. Setiap aparatur
negara seperti menteri tidak diberikan fasilitas tempat tinggal, kendaraan, dan
lain sebagainya. Para pejabat pemerintah Swiss harus mengeluarkan dana dari
kantong pribadinya untuk menikmati fasilitas tersebut. Nah jika orang Indonesia
ingin menjadi pejabat atau jadi orang tekenal di negera Swiss, siap-siaplah
untuk tidak bermewah-mewahan seperti di Indonesia.
Penduduknya Bekerja
Keras dan Mandiri
Negara Swiss sebagian besar
dihuni oleh pendatang dari berbagai negara disekitarnya. Banyaknya pendatang
dari berbagai negara tetangga mempengaruhi kebiasaan di Negara satu ini.
Misalnya penduduk Swiss keturunan Jerman terkenal dengan pribadi yang
produktif, lugas dan praktis. Sementara itu, penduduk Swiss keturunan Perncis
sangat mudah bergaul dan mendominasi bidang marketing dan publik speaking di
negara ini. Tak heran bila negara Swiss memiliki penduduk yang tekun, bekerja
keras, dan mandiri. Kebiasaan inilah yang patut Anda tiru. Berbeda dengan orang
Indonesia yang cenderung malas an tidak mau bekerja. Namun jika orang Indonesia
berlibur atau bekerja di negara Swiss ini, kamu tidak boleh malas-malasan di
sana.
Mengutamakan Kendaraan
Umum
Kamacetan di Indonesia khususnya
di Jakarta memang sulit untuk dikendalikan. Angka pemilik kendaraan semakin
meningkat setiap tahun. Beda halnya dengan penduduk Swiss. Gaya hidup
penduduknya berbeda dengan Indonesia. Pejabat hingga warganya menguatamakan
angkutan umum untuk pergi ke kantor atau ke tempat lainnya. Mereka selalu
menggunakan kereta api atau berjalan kaki bila jaraknya cukup dekat.
III.
PENUTUP
Dari
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Negara di Asia kebanyakan mempunyai
konteks budaya tinggi, sedangkan Orang yang berkenegaraan di Jerman dan Swiss
lebih menekankan pada ungkapan verbal yang
bermakna harfiah untuk mengungkapkan maksudnya. Komunikasi antar budaya
adalah suatu proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan antar orang yang latar
belakang budayanya dapat membawa mereka mengartikan tanda-tanda verbal dan
nonverbal dengan cara yang berbeda. Keterampilan komunikasi yang diperoleh akan
memudahkan perpindahan dari pandangan yang monokultural ke pandangan lebih
multicultural, sehingga kemungkinan besar bisa membantu kelancaran studi
lanjut di luar negeri.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Indira, Dian. Mengenali Budaya Jerman
melalui Ketegasan Konstruksi Kalimatnya (SIN). Jurnal Program Studi Sastra Jerman
FIB-Unpad
Kridalaksana, Harimurti. 1993.
Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama
Nayono, Satoto E. 2013. Pengenalan
Pemahaman Lintas Budaya. Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan
Perencanaan Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Yogyakarta
Pre-departure Training Studi Lanjut Luar Negeri Dosen UNY Yogyakarta.