Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Saturday 22 June 2019

BIPA Jerman dan Swiss




PENGENALAN PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA JERMAN DAN SWISS

I.  PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini, dunia seakan sedang “menyusut” sehingga intensitas kita untuk terhubung dengan orang maupun budaya asing akan menjadi lebih tinggi. Terlebih lagi apabila dhubungkan dengan keinginan kita untuk mewujudkan interaksi dengan orang asing dengan tujuan supaya lebih memahami keanekaragaman budaya. Meskipun telah terbukti bahwa semua budaya dan berfungsi penting bagi anggota-anggota budaya tersebut, adakalanya kalau dilihat dengan kacamata anggota budaya lain mempunyai nilai yang berbeda. Walaupun mempunyai nilai yang berbeda menggunakan nilai-nilainya sendiri. Oleh karena itu, pemahaman terhadap budaya lain sangat perlu karena kurangnya pengetahuan budaya berperan pada penggunaan bahasa komunikasi yang tidak pantas. Faktor perbedaan budaya seseorang juga bisa menyebabkan orang tersebut terlihat tidak toleran orang dengan budaya berbeda.
Komunikasi antar budaya adalah suatu proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan antar orang yang latar belakang budayanya dapat membawa mereka mengartikan tanda-tanda verbal dan nonverbal dengan cara yang berbeda. Keterampilan komunikasi yang diperoleh akan memudahkan perpindahan dari pandangan yang monokultural ke pandangan lebih multicultural, sehingga kemungkinan besar bisa membantu kelancaran studi lanjut  di luar negeri.
Tipologi sifat komunikasi manusia berdasarkan negara asal. Konteks budaya komunikasi budaya yang kita ketahui dibagi menjadi dua, yakni high culture context dan low culture context. Tentu saja keduanya merupakan jenis komunikasi yang sangat berbeda. Tentu saja setiap negara memiliki perbedaan bahasanya masing-masing, dalam makalah ini membahas mengenai negara Jerman dan Swiss.

II.    PEMBAHASAN
Tipologi Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Tipologi adalah ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut corak masing-masing.
Semboyan “bahasa menunjukkan bangsa” memiliki makna bahwa pada prinsipnya bahasa yang digunakan oleh satu kelompok masyarakat membedakan kelompoknya dengan kelompok masyarakat lainnya.  Tipologi bahasa dibagi menjadi dua yakni, High culture context (budaya dengan konteks tinggi) sangat bergantung pada isyarat non-verbal dan halus dalam komunikasi. Biasanya orang berkomunikasi dengan isyarat mata, bahasa tubuh dll. Sedangkan, low culture context (budaya dengan konteks rendah) budaya ini sangat bergantung pada kata-kata untuk menyampaikan makna dalam komunikasi. Apa yang disampaikan maknanya dengan ucapan verbal. Oleh karena itu budaya seperti ini akan betul-betul memperhatikan apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya.
Negara di Asia kebanyakan mempunyai konteks budaya tinggi, sedangkan Orang yang berkenegaraan di Jerman dan Swiss lebih menekankan pada ungkapan verbal yang  bermakna harfiah untuk mengungkapkan maksudnya. Oleh karena itu, kita mengenal orang-orang tersebut sebagai orang yang zakilejk atau to-the-point. Bahasa Jerman merupakan kelompok bahasa refleksi yaitu terjadinya perubahan-perubahan kata yang ecara tipologi memperlihatkan perubahan fungsi gramatikal, dibandingkan bahasa Indo Eropa lainnya, refleksi di dalam bahasa Jerman berperan sangat penting yang mencakup perubahan verba (konjugasi); nomina, adjektiva, artikel, dan pronominal (deklinasi), adjektiva dan sebagian adverbial (komparatif). Di antara ketiga bentuk fleksi tersebut, untuk pembelajar bahasa Jerman konjugasi termasuk sulit karena tidak saja berkaitan dengan makna gramatikal tetapi juga makna pragmatik.
Budaya dan Kebiasaan Jerman
1.      Satu kali makan panas
Orang Jerman pada umumnya hanya satu kali makan panas, biasanya untuk makan siang. Jadi sarapan dan makan malam roti. Buat orang Jerman terlalu repot kalo 3 kali makan sehari harus selalu masak atau memanaskan makanan. Selain itu untuk makan siang juga biasanya mereka punya jenis makanan yang simple, contohnya kentang, Schnitzel, Wurst, salat dan lain-lain. Selain itu orang Jerman juga tidak suka makan seperti orang Indonesia. Beberapa orang Jerman yang pernah ke Indonesia tidak mengerti mengapa orang Indonesia sering sekali makan, termasuk makan cemilan seperti pisang goreng atau batagor, walaupun baru saja makan siang.
2.      Jalan-jalan di taman, ganti mall
Di Jerman istilah mall jarang dipakai, karena jarang ada. Yang ada di Jerman adalah Fußgängerzone, yaitu daerah pejalan kaki terbuka dan di sebelah kiri-kanan ada toko-toko. Pada umumnya orang Jerman lebih suka meluangkan waktu untuk jalan-jalan di taman dari pada ke mall. Mereka biasanya hanya pergi belanja kalo memang ada keperluan tertentu dan bukan hanya untuk jalan-jalan.
3.      Sepeda ganti mobil
Sepeda adalah alat transportasi yang sangat difavoritkan di Jerman. Biasanya kalo musim semi, musim panas, dan musim gugur mulai banyak orang Jerman yang lebih menggunakan sepeda dari pada mobil. Ada suatu Pengalaman, sewaktu masih sering naik sepeda karena tidak punya mobil, kalo ngobrol dengan orang Indonesia biasa mereka langsung bertanya “Kenapa ga beli mobil?”, sedangkan orang Jerman bilang “Gut, es ist gesund.”(terjemahan: bagus hidup sehat). Lalu setelah punya mobil, orang Indonesia bilang “Mobilnya apa?”, sedangkan orang Jerman “Wo ist dein Fahrrad?”(terjemahan: kemana sepeda kamu?). Bahkan di Jerman manager juga banyak yang naik sepeda.
4.      Pengalaman ganti materi
Orang Jerman dikenal sebagai orang yang sangat senang pergi berlibur. Biasanya orang Jerman setidaknya dalam satu tahun pergi berlibur. Untuk itu mereka lebih memilih mengeluarkan uang untuk berlibur dari pada membeli barang mahal. Juga orang Jerman tidak selalu membeli oleh-oleh atau barang di tempat mereka berlibur. Selain itu orang Jerman juga senang pergi ke museum, tempat bersejarah, dan outdoor.
5.      Rumah tanpa pembantu
Pembantu rumah tangga di Jerman sangat mahal, oleh karena itu semua pekerjaan rumah tangga harus dikerjakan sendiri. Pada umumnya orang Jerman menggunakan hari sabtu untuk membersihkan rumah mereka. Ini juga salah satu alasan mengapa orang Jerman hanya makan panas satu kali sehari. Ada juga orang Jerman yang membayar orang untuk membersihkan rumah mereka, tetapi jadinya orang yang membersihkan rumah mereka hanya datang seminggu sekali untuk waktu 2-3 jam.
6.      Dua hari sekali mandi, bukan dua kali sehari
Berbeda dengan di Indonesia, karena di sini lebih dingin dan udaranya lebih bersih orang Jerman tidak perlu mandi sering-sering. Selain itu udara di sini lebih kering dari pada di Indonesia, jadi kalo sering mandi maka kulit akan kering. Karena itu kira-kira orang Jerman mandi 2 hari sekali.
7.      Pertandingan bola dan hari minggu
Kedua hari ini adalah hari di mana biasanya sepi. Pada pertandingan bola Jerman melawan negara lain, biasanya orang-orang berkumpul di rumah atau pergi ke bar untuk nonton bola bersama. Jadi kira-kira selama 2 jam pertandingan bola kota-kota di Jerman sangat sepi. Pada hari minggu karena toko, supermarket, dan perkantoran tutup jadi sebagian besar orang Jerman tinggal di rumah. Biasanya hari minggu juga digunakan oleh orang Jerman untuk jalan-jalan ke taman atau naik sepeda.
Penentuan konjungsi relatif bahasa Indonesia sangat terbatas yang tidak bergantung sepenuhnya pada ketiga hal yang sebagaimana berlaku dalam bahasa Jerman, misalnya konjungsi relatif yang dan tempat; dan tidak ada aturan yangmengharuskan predikat klausa bawahan untuk berada pada posisi akhir kalimat majemuk yang bersangkutan. Lihatlah beberapa contoh kalimat di bawah ini
(1) Pelamar yang ijazahnya dari Boston itu memenuhi persyaratan kami.
(Sumber: Moeliono, 1996: 329-331. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia)
(2) Kaffe ist ein Getrӓnk, das in Deutschland sehr beliebt ist.
 S P1 det   Pel     det.rel Prep.   Adv     Adv        P2
 Kopi adalah sebuah minuman, yang di Jerman sangat disukai  adalah  „Kopi adalah sebuah minuman yang sangat disukai di Jerman‟. 
Culture Shock (Gegar Budaya)
Culture shock sangat berkaitan dengan keadaan dimana ada kekhawatiran dan galau berlebih yang dialami orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing. Biasanya, orang yang mengalami culture shock adalah mereka yang relatif labil dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang berbeda dengan yang biasanya terdapat di tanah air, seperti lingkungan rumah, jenis makanan yang berbeda, suasana kampus dan perkuliahannya, pergaulan dengan orang-orang yang tidak sesuai harapan dikenal menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya gejala culture shock.
Biasanya para pengamat membagi empat tahapan timbulnya culture shock, yaitu:
1. The honeymoon phase (fase bulan madu) Dalam fase ini, orang yang sedang studi lanjut di luar negeri biasanya akan merasa bahagia setibanya di negara yang baru, apalagi negara yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Biasanya, semua hal yang baru terasa menarik dan menyenangkan.
2. The crisis phase (fase krisis) Dalam fase ini, perbedaan di negara baru mulai terasa tidak pas atau membosankan. Hal yang tidak pas ini bias berupa makanannya (kesulitan mencari makanan yang sesuai dengan lidah, kesulitan mencari bahan makanan yang halal, dll),
3. The adjustment phase (fase penyesuaian) Fase ini sangat penting karena sukses tidaknya kita melewati masa gegar budaya tergantung dari kemampuan kita untuk melakukan penyesuaian.. 
4. Bi-cultural phase (fase dwi budaya) Setelah sukses melewati fase-fase sebelumnya, Meskipun demikian, harus ada keseimbangan antara memahami kebudayaan asing tanpa meninggalkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Bahasa dipahami sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pandangan hidup, gagasan, dan wawasan. Secara tidak langsung bahasa seseorang mencermikan identitas sosialnya.karena perkembangan kebahasaan seseorang dipengaruhi oleh regulasi lingkungan sosialnya yang spesifik, antara lain nilai yang berlaku dalam lingkungan, faktor politik atau ekonomi, pengetahuan, dan media.
Bagaimana kaitan antara bahasa, budaya, dan pikiran hingga saat masih dijadikan bahan diskusi oleh para pakar bahasa, khususnya penganut hipotesis relativitas bahasa/Sapir-Whorf-Hypothese yaitu bahwa bahasa seseorang menentukan pandangan dunianya melalui kategori gramatikal dan klasifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang yang diwarisi bersama kebudayaannya dan keuniversalan bahasa bahwa semua bahasa di dunia mempunyai dasar yang sama dengan sistem logika (Kridalaksana; 1993).
Meskipun masih terdapat ketidaksepahaman pendapat antara para pakar bidang bahasa, Pӧrings & Schmitz (2003) berpendapat bahwa budaya memang memengaruhianggota masyarakat yang hidup di dalam budaya tersebut. Hal ini terlihat dengan berbedanya kata-kata kunci yang spesifik untuk anggota masyasrakat yang hidup dalam budaya Amerika adalah love dan freedom, sementara untuk anggota masyarakat yang hidup dalam budaya Jerman adalah Arbeit ‘pekerjaan’, Heimat ‘tanah air’, Ordnung ‘keteraturan’, dan Umwelt ‘lingkungan’.
Culture Shock Jerman
Tepat Waktu
Di negara Jerman memiliki ketepatan waktu yang sangat dijunjung tinggi, bagi banyak orang Jerman waktu sangatlah penting dan berharga. Bila terlambat satu atau dua menit saja bisa ketinggalan bis atau kereta. Sedangkan di Indonesia berbanding terbalik dalam masalah waktu.
Ramah, Sopan dan Siap Membantu
Orang Jerman termasuk sangat ramah dan siap membantu, banyak orang disana selalu ramah menyapa tiap kali berpapasan. Bahkan walaupun mereka berkritik beberapa perilaku kita, mereka selalu mencoba untuk melakukannya dengan sopan. Dalam hal ini Indonesiapun tidak jauh berbeda dari negara Jerman.
Ruang Privasi
Di Jerman kebebasan individu lebih dijunjung tinggi daripada di Indonesia, hal ini berarti bahwa ruang privasi di Jerman lebih penting. Jika di Jakarta dalam mengantri kita bisa berdiri sangat dekat dengan orang didepan kita, sampai-sampai hidung kita bisa menyentuh leher orang tersebut. Sedangkan di Jerman hal tersebut hampir tidak pernah terjadi, kecuali memang tidak bisa dihindarkan.
Karakteristik Negara Swiss
1. Coklat dan Keju
Swiss terkenal dengan produk coklat. Berbagai cokelat Swiss dibuat dengan banyak susu dan krim. Negara ini merupakan salah satu penghasil coklat terbaik di dunia. Coklat hasil rumahan juga sangat lezat. Selain itu orang Swiss merupakan negara pengonsumsi cokelat terbanyak di dunia.
Setiap daerah di Swiss mempunyai keju khas. Keju yang paling terkenal adalah Gruyere, yang memiliki lubang di permukaannya dan Emmentaler (sering disebut dengan keju Swiss). Orang Swiss punya cara sendiri untuk menikmati keju. Nama menu tersebut adalah chesse fondue, yakni keju cair yang disantap bersama roti.


2. Negara Tanpa Modal dan Tanpa Presiden
Disini tidak ada presiden atau ibukota Swiss, tetapi ada 4 bahasa resmi di negara ini. Warga memiliki hak untuk membatalkan undang-undang yang diloloskan oleh parlemen dan tidak pernah ada konflik rasial di Swiss. Jelas berbeda dengan Indonesia yang mempunyai Presiden dan wakil presiden serta para menteri.
3. Pemandangan Alam
Swiss merupakan negara dengan pemandangan yang menakjubkan. Swiss terkenal dengan alamnya yang hijau, makin sempurna oleh salju yang menyelimuti pegunungannya. Belum lagi tingkat keamanan dan kebersihan yang terjaga membuat negara ini menjadi tujuan untuk berbulan madu
4. Penuh Kedamaian
Swiss terkenal dengan kebijakan non-interferensi. Negara ini tidak pernah bergabung dalam salah satu perang apapun di dunia. Mereka menciptakan kedamaian untuk kedua pihak yang bertikai dan tetap netral. Berbeda dengan di Indonesia yang sering ricuh karena hal sepele.
5. Pendiri Palang Merah Internasional
Palang Merah menyediakan bantuan medis untuk perang dan penyakit orang dipukuli di seluruh dunia. Lambang Palang Merah sebenarnya diadopsi dari bendera Swiss, untuk menghormati Henry Dunant sang Pendiri Palang Merah yang berkebangsaan Swiss juga sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss sebagai tempat konvensi kesepakatan penggunaan tanda untuk tenaga sukarela di Medan Perang.
Gegar Budaya Negara Swiss
Pejabat Pemerintah Tak diberi Fasilitas Mewah
Berbeda dengan negara Indonesia, dimana pejabat diberikan fasilitas yang lengkap mulai dari tempat tinggal, kendaraan, hingga keamanan. Negara Swiss memiliki budaya yang unik dimana pejabat publiknya tidak diberikan fasilitas yang berlebihan. Setiap aparatur negara seperti menteri tidak diberikan fasilitas tempat tinggal, kendaraan, dan lain sebagainya. Para pejabat pemerintah Swiss harus mengeluarkan dana dari kantong pribadinya untuk menikmati fasilitas tersebut. Nah jika orang Indonesia ingin menjadi pejabat atau jadi orang tekenal di negera Swiss, siap-siaplah untuk tidak bermewah-mewahan seperti di Indonesia.
Penduduknya Bekerja Keras dan Mandiri
Negara Swiss sebagian besar dihuni oleh pendatang dari berbagai negara disekitarnya. Banyaknya pendatang dari berbagai negara tetangga mempengaruhi kebiasaan di Negara satu ini. Misalnya penduduk Swiss keturunan Jerman terkenal dengan pribadi yang produktif, lugas dan praktis. Sementara itu, penduduk Swiss keturunan Perncis sangat mudah bergaul dan mendominasi bidang marketing dan publik speaking di negara ini. Tak heran bila negara Swiss memiliki penduduk yang tekun, bekerja keras, dan mandiri. Kebiasaan inilah yang patut Anda tiru. Berbeda dengan orang Indonesia yang cenderung malas an tidak mau bekerja. Namun jika orang Indonesia berlibur atau bekerja di negara Swiss ini, kamu tidak boleh malas-malasan di sana.
Mengutamakan Kendaraan Umum
Kamacetan di Indonesia khususnya di Jakarta memang sulit untuk dikendalikan. Angka pemilik kendaraan semakin meningkat setiap tahun. Beda halnya dengan penduduk Swiss. Gaya hidup penduduknya berbeda dengan Indonesia. Pejabat hingga warganya menguatamakan angkutan umum untuk pergi ke kantor atau ke tempat lainnya. Mereka selalu menggunakan kereta api atau berjalan kaki bila jaraknya cukup dekat.
III. PENUTUP
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Negara di Asia kebanyakan mempunyai konteks budaya tinggi, sedangkan Orang yang berkenegaraan di Jerman dan Swiss lebih menekankan pada ungkapan verbal yang  bermakna harfiah untuk mengungkapkan maksudnya. Komunikasi antar budaya adalah suatu proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan antar orang yang latar belakang budayanya dapat membawa mereka mengartikan tanda-tanda verbal dan nonverbal dengan cara yang berbeda. Keterampilan komunikasi yang diperoleh akan memudahkan perpindahan dari pandangan yang monokultural ke pandangan lebih multicultural, sehingga kemungkinan besar bisa membantu kelancaran studi lanjut  di luar negeri.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Indira, Dian. Mengenali Budaya Jerman melalui Ketegasan Konstruksi Kalimatnya (SIN). Jurnal Program Studi Sastra Jerman FIB-Unpad
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Nayono, Satoto E. 2013. Pengenalan Pemahaman Lintas Budaya. Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Pre-departure Training Studi Lanjut Luar Negeri Dosen UNY Yogyakarta.