Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Tuesday 5 July 2022

Contoh Latar Belakang Skripsi



SKRIPSI

ANALISIS TOKOH PEREMPUAN DAN ALAM DALAM NOVEL AROMA KARSA KARYA DEE LESTARI MELALUI PENDEKATAN EKOFEMINISME SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Kehadiran Kritik sastra dapat menyelesaikan permasalahan yang umum. Seperti permasalan dan isu-isu sosial yang diselesaikan melalui jalan kritik bukanlah hal yang baru, melainkan kritik sastra ini sudah ada sejak sastra itu lahir. Ekofeminisme diperkenalkan oleh Francoide d’Eaubonne dalam La Feminisme ou la Mort Hal ini dikarenakan masih sedikitnya peneliti yang menggunakan pelestarian alam lingkungan sebagai kajian kritik sastra. Untuk itu, upaya pelestarian sudah semestinya diterapkan sebagai sarana pemertahanan ekosistem manusia. Sesuai dengan perkembangan sastra yang terus berkembang mengikuti perkembangan manusianya. Artinya, dengan sastra manusia mampu mempelajari pengalaman sebagai pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik.

Menurut jurnal penelitian mengatakan Fiter dan Noni (2021) Kritik sastra terhadap alam dan perempuan melalui karya sastra sastra merupakan sesuatu yang baru dan jarang sekali di lakukan di Indonesia. Upaya kritik dengan karya sastra yang dilakukan oleh pihak pelestarian alam dan kesejahteraan perempuan hadir sebagai respon manusia terhadap penindasan alam dan perempuan. Sehingga ekofeminisme dipilih menjadi kritik sastra sebagai ideologi dan asas yang mengkaji sebagai kritik alam dan perempuan.

Pengertian lain Susanto (2016: 31) mengatakan kritik sastra diartikan sebagai bentuk pengadilan terhadap karya sastra ataupun fenomena kesastraan. Perkembangan selanjutnya, kritik sastra memasuki satu bentuk penilaian terhadap karya sastra dan fenomena kesastraan. Penilaian itu meliputi penilaian baik ataupun penilaian buruknya karya sastra berdasarkan estetika atau standar tertentu. Penilaian yang berdasarkan pada standar tertentu itu sering menimbulkan persoalan antara baik dan buruknya karya. Maka, dari pernyataan keduanya dapat dihubungkan bahwasanya kritik sastra sebagi penilaian berdasarkan kritik sastra terhadap alam dapat dijadikan kajian karya sastra.

Selaras dengan yang diungkapkan oleh Septiaji (2019: 59) bahwasanya Kritik sastra mengenai alam merupakan persoalan ekologi namun dalam konteks kesusastraan terdapat dua hal yang menjadi latar belakang yaitu fenomena cerita dan tokoh. Fenomena cerita nyata yang digambarkan oleh pengarang karya sastra sedangkan keterlibatan tokoh sebagai pengungkap fenomena yang telah terjadi. Meskipun demikian, kehadiran tokoh menjadi sesuatu hal yang dapat menghidupkan sebuah cerita sebab karya sastra selalu berhubungan dengan relasi manusia dengan aspek-aspek yang dilingkungannya.

Tokoh perempuan dan alam (ekologi) merupakan aspek terpenting yang terdekat dalam kehidupan. Peran perempuan sebagai penentu awal kehidupan menjadi hal yang patut untuk diteliti. Tidak hanya itu, persoalan krisis alam kini menjadi pembahasan dalam persoalan ekofeminisme selain perempuan. Alam dapat digambarkan sebagai napas dunia, menjadi penentu perkembangan era manusia. Itulah mengapa kajian kritik sastra ekofeminisme tergabung dan terlahir dari induk feminisme.

Aktivitas kesastraan kaum perempuan dianggap sebagai wujud yang nyata dari kesadaran sosial. Menurut pandangan feminisme, kesastraan menjadi alat perjuangan ataupun gerakan perubahan untuk melawan berbagai bentuk penyanderaan ataupun objektivitasi kaum perempuan. Baginya, baik laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan secara sosial akibat dari kontrol sosial. Keragaman gerakan feminisme akhirnya membawa pengertian dan kedudukan kesastraan yang juga beragam dan kompleks. Sebagai contoh yang diucapkan Susanto (2016: 2) Feminisme memandang bahwa kesastraan perempuan lebih dipandang sebagai kelas kedua dalam masyarakat kapitalis patrilineal. Feminis sosialis akhirnya memanfaatkan sastra sebagai wujud perubahan sosial yang mampu menghadirkan satu kesadaran sosial dan pengalaman sosial dari perempuan yang tertekan. Melalui kesastraan, perempuan diharapkan sebagai awal ataupun penyebab dari penindasan perempuan terutama sistem ekonomi kapitalis.

Perempuan dalam sastra inilah isu utama yang berhubungan dengan feminisme tentang posisi, kedudukan, pengalaman hidup dan bentuk-bentuk tulisan perempuan dalam sastra. Hal ini pun dinyatakan dalam penelitian Septiaji dan Nuraeni (2020) bahwa peranan perempuan sangat penting karena sastra kerap kali mengisahkan tentang batasan gender dan pandangan mengenai perempuan. Oleh karena itu, pengaruh atau peranan perempuan yang sangat spesifik dan jelas terdapat pada novel. Novel memiliki alur yang sangat lengkap serta gambaran mengenai tokoh yang disajikannya pun sangat padat dan tentu saja dapat dijadikan sebagai bahan kajian atau kritik sastra.

Novel merupakan bagian dari karya sastra melalui bentuk lainnya sepeti prosa, puisi, dan drama. Namun, perbedaannya terletak pada penyajiannya, novel terbentuk dalam karya fiksi yang menyampaikan permasalahan kehidupan yang kompleks. Seorang pengarang mampu mengarang sebuah karya sastra fiksi termasuk novel dengan baik dan biasanya tema yang diangkat diambil dari kehidupan yang pernah pengarang alami sendiri, pengalaman orang lain dari kehidupan yang pernah pengarang alami sendiri, pengalaman orang lain yang mengarang lihat dan dengar, ataupun hasil imajinasi pengarang.

Karya sastra berupa novel yang diterbitkan penulis Indonesia Dee Lestari, bukunya yang ke 12 ini berjudul Aroma Karsa merupakan hasil riset pedulinya terhadap lingkungan. Dalam dokumenter pribadinya menyatakan bahwa menulis Aroma Karsa bukan hanya khayalan, melaikan implikasi dari potret kehidupan nyata. Melalui risetnya sekaligus menggarap lingkungan melalui pengelolaan sampah inilah menjadi inspirasi dari novel tersebut.

Aroma Karya menggambarkan novel yang membahas pencarian tanaman Puspa Karsa dengan dibalut berwawasan ekologis. Selain itu, Kekuatan dalam alur sebuah cerita tidak terlepas dari tokoh, sebagai penentu jalannya sebuah cerita. Peran daripada penokohan sangatlah menentukan mata angin bagi alur cerita didalamnya. Tokoh sentral Janirah, Raras Prayagung dan Tayana Suma merupakan sosok perempuan dengan karisma yang tinggi. Tokoh merekalah yang menjadi penguat daripada tokoh yang lainnya, sebagaimana tokoh karakter pewayangan Dewi Srikandi yang biasa disebut sebagai tokoh perempuan yang gigih dan pemberani. Begitupun sosok Kartini dengan kutipan terkenalnya “Habis Gelap terbitlah Terang.”

 Dalam kurikulum 2013 pendidikan Sekolah Menengah Atas, konsep pembelajaran sastra pada mata pelajaran Bahasa Indonesia selalu didasarkan pada standar karena segala tindakan yang dilakukan harus berlandaskan alasan yang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya dengan memahami sastra sebagai bahan ajar. Guru yang bertanggung jawab terhadap ketercapaian materi ajar sebagai indikator penentunya. Oleh karena itu, guru merupakan perpaduan penafsiran dan prediksi. Sesuai yang dinyatakan menurut Rozak (2016: 2) Penafsiran merupakan kegiatan yang  menentukan rangkaian kegiatan awalnya. Guru selalu berhubungan dengan penyusunan kegiatan secara sistematik. Proses pembelajaran selalu bermula dari apa yang ditentukan sejak awal. Oleh karena itu, guru disyaratkan menguasai isi dan cara mengajarkannya. Bentuk pembelajaran apapun selalu berfokus pada kondisi seperti ini, termasuk juga pembelajaran sastra.

Pembelajaran sastra menyesuaikan dengan perkembangan karya sastra yang berkembang sesuai zamannya, misalnya seperti karya-karya penulis populer Dewi Lestari, Tere Liye, Boy Candra, Fiersa Besari, Rintik Sedu dan lainnya yang mempunyai genre romantis melalui penggunaan bahasa dan keadaan sesuai dengan dipasaran. Walaupun kritik sastra masih dengan teori yang sama. Pembelajaran sastra ini setiap tahunnya berkembang sesuai dengan kondisi di sekolah. Karena seiring berjalannya waktu banyak karya sastra yang dipublikasikan semakin beragam. Ditandai dengan media wattpad melalui metode publikasi terkini yakni secara online sehingga penulis dapat mengakses tulisan dimanapun dan kapanpun.

Bentuk pembelajaran sastra seharusnya diarahkan pada kegiatan apresiasi. Apresiasi memungkinkan pembicaraan pada arah penikmatan karya sastra dengan benar, teratur, dan mempertimbangkan berbagai unsur. Karya sastra memang untuk dinikmati. Penikmatan ini memerlukan alat yang tepat. Alat inilah yang seharusnya disiapkan oleh guru para muridnya. Para murid belajar sastra memerlukan bimbingan yang tepat.

Dalam kaitannya materi pembelajaran sastra khususnya novel terdapat pada nilai-nilai dalam cerpen atau novel kelas XII Sekolah Menengah Atas. Untuk itulah, pembelajaran sastra dapat sangat dekat bagi pendidik maupun peserta didik.

Disamping itu, peneliti mendapatkan beberapa penelitan lain yang sesuai berdasarkan judul penelitian tersebut diantaranya sebagai berikut:

1)      Skripsi berjudul “Peran Perempuan Terhadap Alam dan Lingkungan dalam Novel Aroma Karsa Karya Dee Lestari (Kajian Ekofeminisme Francoide D’eaubonne)”. Oleh Muftia JB, Universitas Negeri Makassar, Fakultas Bahasa dan Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Indoneia. Pada tahun 2019.

Memaparkan mengenai peran dan posisi perempuan yang terdapat dalam novel Aroma Karsa karya Dee Lestari. Menurutnya manusia tidak dapat lepas dari alam dan lingkungan sekitarnya. Dari alamlah manusia mendapatkan sumber makanan, bahan sandang, sehingga membangung tempat tinggal.

2)      Jurnal berjudul “Tokoh-Tokoh Perempuan Peduli Lingkungan dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Pendekatan Ekofeminisme”. Oleh Yusi Nuraeni dan Aji Septiaji. Diterbitkan oleh Diglosia – Jurnal Pendidikan, Kebahasaan dan Kesusastraan Indonesia, Pedidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka. Pada tahun 2019.

Penelitian ini mengenai lingkungan alam (ekologi) dan peranan perempuan (feminisme) dinamakan ekofeminisme. Objek penelitian ini ialah novel Partikel karya Dee Lestasri. Ekofeminisme memandang bahwa perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam. Oleh sebab itu, tokoh perempuan merupakan bagian dari sebuah cerita dalam karya sastra. Seperti halnya tokoh laki-laki, tokoh perempuan juga memiliki peranannya sesuai dengan jalan cerita yang telah ditetapkan penulis. Peranan perempuan dalam karya sastra selalu menjadi hal yang menarik terutama jika tokoh tersebut memiliki karakter atau penokohan yang sangat unik seperti adanya perjuangan dalam menuntut pendidikan, pelestarian lingkungan serta memperjuangkan hak sebagai perempuan. Tokoh perempuan identik dengan kajian feminis atau kritik feminis.

3)      Jurnal berjudul “Ekofeminisme dalam Novel Akik dan Penghimpun Senja Karya Afifah Afra”. Oleh Andaru Ratnasari dan Liana Eka Wardani.

Penelitian ini membahas pertama, bentuk etika kepedulian terhadap lingkungan yang terdapat dalam novel Akik dan Penghimpun Senja Karya Afifah Afra. Kedua, bentuk peran perempuan terhadap lingkungan yang terdapat dalam novel Akik dan Penghimpun Senja Karya Afifah Afra.

4)      Jurnal berjudul “Dekonstruksi Terhadap Kuasa Patriarki atas Alam, Lingkungan Hidup dan Perempuan dalam Novel-Novel Karya Ayu Utami”. Oleh Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari.

Penelitian ini mendeskripsikan strategi dekonstruksi terhadap kuasa partriarki atas alam, lingkungan hidup dan perempuan dalam novel-novel Ayu Utami. Penelitiani ini meggunakan aliran pemikiran ekofeminisme. Sumber data adalah tiga novel karya Ayu Utami, yaitu Bilangan Fu, Manjali fan Cakrabirawa dan Maya. Hasil penelitian sebagai berikut: pertama, ketiga novel tersebut menggambarkan perjuangan di kawasan taman bumi Sewugunung dan situs candi Calwanarang di era Orde Baru. Kedua, bentuk perlawanan yang dilakukan oleh sejalan dengan pemikiran ekofeminisme dan merupakan strategi dekonstruksi terhadap kuasa patriarki atas alam, lingkungan dan perempuan.

Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ada persamaan melalui pendekatan ekofeminisme dengan objek perempuan dan alam. Namun tentu saja hasil karya dari setiap penulis memiliki perbedaan dalam segi sudut pandang penulis. Dengan begitu, peneliti menetapkan judul “Analisis Tokoh Perempuan dan Alam dalam Novel Aroma Karsa Karya Dee Lestari melalui Pendekatan Ekofeminisme Sebagai Bahan Ajar di SMA” untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Menengah Atas.