Tulisan ini berasal dari laman berikut:
http://aliyakeisha.blogspot.com/2014/01/naskah-drama-cerita-rakyat-timun-mas.html
http://aliyakeisha.blogspot.com/2014/01/naskah-drama-cerita-rakyat-timun-mas.html
Naskah Drama Cerita
Rakyat “Timun Mas”
Narator:
Alkisah, disebuah desa di daerah Jawa Tengah, hiduplah seorang perempuan
paruh baya. Ia ingin memiliki seorang anak. Namun sayangnya suaminya telah
meninggal dunia. Ia sangat sangat berharap suatu keajaiban datang padanya.
Untuk meraih harapan itu, siang malam ia selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa agar diberi anak.
Pada suatu malam, harapan itu datang melalui mimpinya. Dalam mimpipnya, ia
didatangi oleh sesosok makhluk raksasa yang menyuruhnya pergi ke hutan tempat
biasanya ia mencari kayu bakar untuk mengambil sebuah bungkusan di bawah sebuah
pohon bsar.
Saat terbangun di pahi hari...
Adegan 1
Mbok Sirni : (tersentak
terbangun dari tidur kemudian duduk ditempat tidur dan merenung). “Ah!
Tersentak aku mimpi! Mimpiku seperti benar-benar nyata. Benar-benar ajaib!
Rasanya...., aku tidak percaya dengan mimpiku. Apakah mimpiku itu benar-benar
terjadi pada diriku?”
“Ah, aku tidak boleh ragu. Aku harus cari tahu makna
mimpiku itu. Aku pergi ke hutan sekarang juga. Semoga mimpiku semalam membawa
kebauikan pada diriku.”
Adegan 2
Mbok Sirni : “Dimana ya
bungkusan seperti yang ditunjukkan raksasa itu? Oh! Itu dia pohon besar. Aku
segera kesana, Hah (terkejut) ini dia
bungkusan seperti yang ditunjukkan raksasa dalam mimpiku itu. Coba ku buka
isinya.”
“Hah? Cuma sebutir timun? Kukira, isi bungkusan ini
seorang bayi. Tapi apa maksudnya ya, raksasa itu menunjukkan aku sebutir biji
timun ini? Buat apa biji timun ini? Aku tidak mengerti.” (bingung)
Narator :
Disaat perempuan janda itu kebingungan, tanpa disadari dibelakangnya
tiba-tiba ada sesosok makhluk raksasa berdiri sambil tertawa terbahak-bahak.
Raksasa : “Ha... ha.. ha...”
Mbok Sirni : (tersentak kaget dan membalik badan)
Haaahhhh??? Raksasa itu, raksasa itu (menunjuk
raksasa) yang hadir dalam mimpiku! Duuuh aku, aku takut sekali. Ampun,
raksasa! Jangan memakanku! Aku masih ingin hidup!”
Raksasa : “Jangan takut,
perempuan tua! Aku tidak akan memakanmu! Bukankah kamu menginginkan seorang
anak?”
Mbok Sirni : “Be..benar,
raksasa!”
Raksasa : “Kalau begitu,
segera tanam biji timun itu! Kelak kamu akan mendapatkan seorang anak
perempuan. Tapi, ingat! Kamu harus menyerahkan anak itu padaku saat sudah
dewasa. Anak itu akan kujadikan santapanku!”
Narator:
Begitu perempuan janda itu selesai menyatakan kesediaannya, raksasa itu pun
berlari dari hadapannya. Ia segera menanam biji timun itu di ladangnya, setiap
hati ia merawatnya dengan baik. Dua bulan kemudian, tanaman itu pun mulai
berbuah.
Adegan 3
Mbok Sirni : “Syukurlah!
Tanaman timunku sudah berbuah. Tapi kok buahnya cuma satu ya dan buahnya besar
sekali tidak seperti buah timun pada umumnya. Sungguh aneh, warnanya pun
berwarna kuning keemasan. Hup! Cakep sekali timun ini. Sepertinya timun ini
juga sudah masak. Sebaiknya aku petik sekarang juga dan segera ku bawa pulang.
Duuh, ternyata berat sekali timun ini!”
Narator :
Begitu sesampainya di rumah, perempuan janda itu segera membelah timun mas
dengan sangat berhati-hati sekali. Dan, apa yang dilihatnya....
Mbok Sirni : (terkejut) “Hahhh??? Seorang bayi
perempuan? Wuaahhh! Bayi ini sangat cantik sekali.”
Bayi : (tangisan bayi)
Mbok Sirni : “Aku
bahagia sekali mendengar suara tangisan bayi ini. Sudah lama aku merindukan
suara tangiasn bayi dalam dekapanku.”
“Baiklah anakku sayang, karena kau lahir dari dalam
sebuah timun yang berwarna keemasan, sekarang kau ku beri nama, Timun Mas. Tapi
kau jangan mengangis lagi, sayang. Ini ibumu, nak! Cup... cup... cup...! Jangan
nangis ya.
Narator:
Setelah beberapa tahun kemudian, pada suatu malam, perempuan janda itu
kembali bermimpi oleh raksasa itu dan berpesan kepadanya bahwa seminggu lagi ia
akan datang menjemput Timun Mas. Sejak itulah, ia selalu duduk termenung
seorang diri.
Adegan 4
Mbok Sirni : “Aku tidak
bisa berpisah dengan anak yang sangat kusayangi. Kenapa aku baru menyadari
bahwa raksasa itu ternyata jahat. Timun Mas akan dijadikan santapannya. Aku
tidak relaaaaa!
Narator :
Tanpa disadari perempuan janda itu, Timun Mas sering memperhatikan ibunya
duduk termenung sendirian, Timun Mas memberanikan diri untuk menanyakan
kegundahan hati ibunya.
Timun Mas : “Bu,
akhir-akhir ini ibu sering termenung dan kelihatannya sedang sedih. Ada apa
gerangan yang ibu pikirkan?”
Mbok Sirni : “Gimana ya,
ibu tidak ingin kau ikut bersedih, nak. Ibu tidak ingin kehilanganmu. Ibu tidak
bisa jauh darimu. Ibu sangat menyayangimu.”
Timun Mas : “Apa maksud
ibu? Aku tidak mengerti, ada apa sebenarnya bu? Kattakan yang sejujurnya.
Kenapa ibu bicara seperti itu?”
Mbok Sirni : “Heeeemmm,
baiklah. Karena kau memaksa, ibu akan menceritakan asal-usulmu. Sebenarnya ibu
tidak ingin menceritakan perihal asal-usulmu yang selama ini ibu rahasiakan.
Maafkan ibu nak!”
Timun Mas : “Rahasia
apa, buuu?”
Mbok Sirni : “Timun Mas,
sebenarnya kamu bukanlah anak kandung ibu.”
Timun Mas : “Apa bu? Aku bukan anak kandung ibu?! Trus aku ini anak
siapa bu?”
Mbok Sirni : Tenang dulu anakku.”
“Baiklah, ibu akan menceritakan semuanya. Berawal
dari mimpi yang didatangi oleh raksasa
besar. Kemudia raksasa itu menyuruh ibu untuk mengambil bungkusan di hutan yang
didalamnya ada biji timun, kemudia ibu suruh untuk menanam. Setelah berbuah,
buah itu akan diambil raksasa untuk dijadikan santapan. Dan isi buah itu adalah
kau, anakku!” (sambil memeluk Timun Mas)
Timun Mas : (melepaskan pelukan
ibunya) “Apa maksud ibu? Jadi, jadi aku ini lahir berasal dari timun mas, lalu
aku akan dimakan oleh raksasa itu. Aku tidak percaya bu!”
Mbok Sirni : “Cerita ibu benar,
anakku.”
Timun Mas : (memeluk ibunya)
“Timun tidak mau ikut bersamsa raksasa itu, bu! Timun takut sekali! Timun
sangat sayang kepada ibu yang telah mendidik dan membesarkan Timun.”
Mbok Sirni : “Iya
anakku, ibu juga sangat sayang padamu dan ibu tidak akan melepaskanmu begitu
saja untuk santapan raksasa. Ibu akan cari cara untuk menyelamatkanmu dari
raksasa jahat itu, nak.”
Timun Mas :
“Terimakasih ibu.”
Narator :
Berhari-hari Ibu Timun Mas memikirkan cara untuk menyelematkan anak
kesayangannya, tapi belum juga meemukan jalan keluar. Sampai pada hari yang
telah dijanjikan oleh raksasa itu, ibu Timun Mas belum juga menemukan jalan
keluar. Hatinya mulai cemas, dalam kecemasannya tiba-tiba ia menemukan sebuah
akal.
Ia menyuruh Timun Mas berpura-pura sakit. Dengan begitu tentu raksasa tidak
akan mau menyantapnya. Saat matahari mulai senja, raksasa itu pun mendatangi
gubuk ibu Timun Mas.
Adegan 5
Raksasa : “Ha... ha.. ha..
Hai perempuan tua! Mana anak itu? Aku akan membawanya sekarang!”
Mbok Sirni : “Maaf raksasa! Anak itu sedang sakit keras. Jika kamu menyantapnya sekarang, tentu dagingnya tidak enak. Bagaimana kalau tiga hari lagi kamu datang kemari? Aku akan menyembuhkan penyakitnya terlebih dahulu!”
Mbok Sirni : “Maaf raksasa! Anak itu sedang sakit keras. Jika kamu menyantapnya sekarang, tentu dagingnya tidak enak. Bagaimana kalau tiga hari lagi kamu datang kemari? Aku akan menyembuhkan penyakitnya terlebih dahulu!”
Raksasa : “Ha.. ha.. ha..
baiklah kalau begitu! Tapi, kamu harus berjanji akan menyerahkan anak itu
kepadaku!”
Mbok Sirni : “Baik, aku
akan tepati janjiku.”
Narator:
Raksasa itu pun berlalu dari hadapan ibu Timun Mas. Setelah itu, ia
berpikir keras, akhirnya ia menemukan cara yang menurutnya dapat menyelamatkan
anaknya dari santapan raksasa itu.
Mbok Sirni : “Anakku!
Besok pagi-pagi sekali akan pergi untuk menemui seorang pertapa. Dia adalah
reman almarhum suami ibu. Barangkali dia bisa membantu menghentikan niat jahat
raksasa itu.”
Timun Mas : “Ya, bu.
Hati-hati dijalan”
Narator :
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, berangkatlah Ibu Timun Mas ke gunung
itu. Sesampainya di sana langsung menemui pertapa itu dan menyampaikan maksud
kedatangannya.
Adegan 7
Mbok Sirni: “Permisi kyai.”
Pertapa : “Oh, iya ada apa nini? Ada apa kau tiba-tiba datang
kemari?”
Mbok Sirni : Maaf kyai, maksud kedatangan saya kemari ingin meminta
bantuan pada kyai.”
Pertapa : “Apa yang bisa aku bantu?”
Mbok Sirni : “Begini
kyai, saya punya seorang putri yang saya beri nama Timun Mas. Dan putri saya
itu akan dijadikan santapan raksasa besar. Saya tidak ingin kehilangan anak
saya, kyai. Saya sangat menyayanginya. Saya harap kyai bersedia membantu saya.”
Pertapa : “Begitu ya,
baiklah aku bersedia membantumu. Tunggu sebentar ya.”
Narator:
Tak berapa lama, pertapa itu kembali sambil membawa empat buah bungkusan
kecil, lalu menyerahkan keapda ibu Timun Mas.
Pertapa : “Nah, ini
berikanlah bungkusan ini kepada anakmu. Keempat bungkusan ini masing-masing
berisi biji timun, jarum, garam dan terasi. Jika raksasa itu mengejarnya, suruh
sebarkan isi bungkusan ini, jelas?”
Mbok Sirni : “Iya, iya
kyai. Terimakasih, kalau begitu saya pamit pulang.”
Pertapa : “Ya, silakan.”
Narator :
Setiba gubuknya, Ibu Timun Mas
segera menyerahkan keempat bungkusan itu pada Timun Mas.
Adegan 8
Mbok Sirni : “Timun Mas,
Timun Mas. Kemarilah nak, ibu bawa sesuatu.”\
Timun Mas : “Ya, bu?”
Mbok Sirni : “Ssstttt,
ini adalah senjata yang kau bisa gunakan apabila raksasa itu kesini lagi.
Bungkusan ini berisi biji timun, jarum, garam dan terasi. Bungkusan-bungkusan
ini harus kau pegang. Jika raksasa itu akan menyantapmu dan mengejarmu, segera
sebarkan isi bungkusan ini! Jelas nak!”
Timun Mas : “Jelas bu,
tapi, tapi Timun takut, bu.”
Mbok Sirni : “Jangan
takut anakku, kau sudah punya senjata.”
Timun Mas : “Baiklah.”
Narator:
Dua hari kemudian, raksasa itu pun datang untuk menagih janjinya kepada Ibu
Timun Mas. Ia sudah tidak sabar lagi ingin membawa dan menyantap daging Timun
Mas.
Adegan 9
Raksasa : “Hai perempuan
tua! Kali ini kamu harus menetapi janjimu. Jika tidak, kamu juga akan kujadikan
santapanku! Ha ha ha.”
Mbok Sirni : “Baik
raksasa. Aku panggil dulu putriku. Timun Mas, putriku, kemarilah nak ada yang
mencarimu.”
Timun Mas : “Ada apa
ibu? (melirik ke raksasa) Haaahhhhh? Raksasa! Aku takut bu. Takut.”
Mbok Sirni : (berbisik)
“Jangan takut nak, jika raksasa itu akan menangkapmu, segera lari dan ikuti petunjuk
ibu yang telah ku sampaikan padamu.”
Timun Mas : “Baik bu.”
Raksasa : “ Hemmmm, Gadis
ini pasti sangat lezat jika ku santap! Ha.. ha... ha... aku makin tidak sabar
untuk menyantapnya, ayo kemarilah nak mendekatlah padaku.”
Timun Mas : (sambil
berlari) “aku tidak mau! Aku tidak sudi jadi santapanmu!”
Raksasa : “Ha.. ha.. ha... mau lari kemana kau, gadis?”
Narator :
Raksasa itu pun mengejarya. Tidak ayal lagi, terjadilah kejar-kejaran
antara makhluk berbadan gempal dengan Timun Mas.
Timun Mas : “Aduh! (terjatuh) aku capai sekali! Duuh, raksasa itu
semakin mendekat.”
Raksasa : “Mau lari kemana kau anak manis?”
Timun Mas : (mengeluarkan bungkusan yang diberikan ibu)
Narator :
Timun Mas menebar buji timun, sungguh ajaib hutan disekelilingnya tiba-tiba
berubah menjadi ladang timun. Dan sekejap, batang timun itu melilit tubuh
raksasa. Namun, bisa melepaskan dirinya.
Raksasa : “Mau lari kemana kau Timun Mas?”
Narator :
Timun Mas pun melemparkan bungkusan yang berisi jarim. Dan sekerap
jarum-jarum iru berubah menjadi rerumbunan pohon bambu yang tinggi dan runcing,
walaupun kakinya berdarah-darah tertusuk karena bambu. Namun, raksasa itu mampu
melewatinya.
Raksaa : “Ha..ha.. ha.. aku akan terus mengejarmu.”
Timun Mas : “Duh,
gimana ini, sudah melempar 2 bungkusan tapi raksasa itu masih berhasil
menyelamatkan diri. Aku takut sekali. Ah! Engga papa, masih ada bungkusan
lagi.”
Narator :
Timun Mas membuka bungkusan yang ketiga berisi garam, lalu menebarkanya.
Seketika hutan yang telah dilewatinya berubah menjadi lautan yang luas dan
dalam. Namun, raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan mudah.
Timun Mas : (cemas) “Duhh,
gimama ini, raksasa masih bisa selamat, kini senjataku tinggal satu-satunya.
Jika senjataku tidak berhasil, maka tamatlah riwayatku. Baiklah aku akan
berusaha membinasakan raksasa itu! Nih, raksasa! Terimalah ini!!!!”
Narator :
Dengan penuh keyakinan, ia pun melemparkan bungkusan terakhir yang berisi
terasi. Seketika itu pula, tempat itu menjelma menjadi lautan lumpur yang
mendidih. Alhasil, raksasa itu pun tercebut di dalamnya dan tewas.
Timun Mas : “Syukurlah, raksasa itu sudah mati, aku selamat.
Terimakasih Tuhan!”
Mbok Sirni : Ibu bahagia sekali, akhirnya kau pulang nak.”
Narator :
Sejak itulah, Ibu dan Timun Mas hidup bahagia.