ANALISIS
TOKOH PEREMPUAN DAN ALAM DALAM NOVEL AROMA
KARSA KARYA DEE LESTARI MELALUI PENDEKATAN EKOFEMINISME SEBAGAI BAHAN AJAR
DI SMA
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Kehadiran Kritik sastra dapat menyelesaikan permasalahan
yang umum. Seperti permasalan dan isu-isu sosial yang diselesaikan melalui
jalan kritik bukanlah hal yang baru, melainkan kritik sastra ini sudah ada
sejak sastra itu lahir. Ekofeminisme diperkenalkan oleh Francoide d’Eaubonne dalam La Feminisme ou la Mort Hal ini
dikarenakan masih sedikitnya peneliti yang menggunakan pelestarian alam
lingkungan sebagai kajian kritik sastra. Untuk itu, upaya pelestarian sudah
semestinya diterapkan sebagai sarana pemertahanan ekosistem manusia. Sesuai
dengan perkembangan sastra yang terus berkembang mengikuti perkembangan
manusianya. Artinya, dengan sastra manusia mampu mempelajari pengalaman sebagai
pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik.
Menurut jurnal penelitian mengatakan Fiter dan Noni
(2021) Kritik sastra terhadap alam dan perempuan melalui karya sastra sastra
merupakan sesuatu yang baru dan jarang sekali di lakukan di Indonesia. Upaya
kritik dengan karya sastra yang dilakukan oleh pihak pelestarian alam dan
kesejahteraan perempuan hadir sebagai respon manusia terhadap penindasan alam
dan perempuan. Sehingga ekofeminisme dipilih menjadi kritik sastra sebagai
ideologi dan asas yang mengkaji sebagai kritik alam dan perempuan.
Pengertian lain Susanto (2016: 31) mengatakan kritik
sastra diartikan sebagai bentuk pengadilan terhadap karya sastra ataupun
fenomena kesastraan. Perkembangan selanjutnya, kritik sastra memasuki satu
bentuk penilaian terhadap karya sastra dan fenomena kesastraan. Penilaian itu
meliputi penilaian baik ataupun penilaian buruknya karya sastra berdasarkan
estetika atau standar tertentu. Penilaian yang berdasarkan pada standar
tertentu itu sering menimbulkan persoalan antara baik dan buruknya karya. Maka,
dari pernyataan keduanya dapat dihubungkan bahwasanya kritik sastra sebagi
penilaian berdasarkan kritik sastra terhadap alam dapat dijadikan kajian karya
sastra.
Selaras dengan yang diungkapkan oleh Septiaji (2019: 59)
bahwasanya Kritik sastra mengenai alam merupakan persoalan ekologi namun dalam
konteks kesusastraan terdapat dua hal yang menjadi latar belakang yaitu
fenomena cerita dan tokoh. Fenomena cerita nyata yang digambarkan oleh
pengarang karya sastra sedangkan keterlibatan tokoh sebagai pengungkap fenomena
yang telah terjadi. Meskipun demikian, kehadiran tokoh menjadi sesuatu hal yang
dapat menghidupkan sebuah cerita sebab karya sastra selalu berhubungan dengan
relasi manusia dengan aspek-aspek yang dilingkungannya.
Tokoh perempuan dan alam (ekologi) merupakan aspek
terpenting yang terdekat dalam kehidupan. Peran perempuan sebagai penentu awal
kehidupan menjadi hal yang patut untuk diteliti. Tidak hanya itu, persoalan
krisis alam kini menjadi pembahasan dalam persoalan ekofeminisme selain
perempuan. Alam dapat digambarkan sebagai napas dunia, menjadi penentu
perkembangan era manusia. Itulah mengapa kajian kritik sastra ekofeminisme
tergabung dan terlahir dari induk feminisme.
Aktivitas kesastraan kaum perempuan dianggap sebagai
wujud yang nyata dari kesadaran sosial. Menurut pandangan feminisme, kesastraan
menjadi alat perjuangan ataupun gerakan perubahan untuk melawan berbagai bentuk
penyanderaan ataupun objektivitasi kaum perempuan. Baginya, baik laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan secara sosial akibat dari kontrol sosial.
Keragaman gerakan feminisme akhirnya membawa pengertian dan kedudukan
kesastraan yang juga beragam dan kompleks. Sebagai contoh yang diucapkan
Susanto (2016: 2) Feminisme memandang bahwa kesastraan perempuan lebih
dipandang sebagai kelas kedua dalam masyarakat kapitalis patrilineal. Feminis
sosialis akhirnya memanfaatkan sastra sebagai wujud perubahan sosial yang mampu
menghadirkan satu kesadaran sosial dan pengalaman sosial dari perempuan yang
tertekan. Melalui kesastraan, perempuan diharapkan sebagai awal ataupun
penyebab dari penindasan perempuan terutama sistem ekonomi kapitalis.
Perempuan dalam sastra inilah isu utama yang berhubungan
dengan feminisme tentang posisi, kedudukan, pengalaman hidup dan bentuk-bentuk
tulisan perempuan dalam sastra. Hal ini pun dinyatakan dalam penelitian
Septiaji dan Nuraeni (2020) bahwa peranan perempuan sangat penting karena
sastra kerap kali mengisahkan tentang batasan gender dan pandangan mengenai
perempuan. Oleh karena itu, pengaruh atau peranan perempuan yang sangat
spesifik dan jelas terdapat pada novel. Novel memiliki alur yang sangat lengkap
serta gambaran mengenai tokoh yang disajikannya pun sangat padat dan tentu saja
dapat dijadikan sebagai bahan kajian atau kritik sastra.
Novel merupakan bagian dari karya sastra melalui bentuk
lainnya sepeti prosa, puisi, dan drama. Namun, perbedaannya terletak pada
penyajiannya, novel terbentuk dalam karya fiksi yang menyampaikan permasalahan
kehidupan yang kompleks. Seorang pengarang mampu mengarang sebuah karya sastra
fiksi termasuk novel dengan baik dan biasanya tema yang diangkat diambil dari
kehidupan yang pernah pengarang alami sendiri, pengalaman orang lain dari
kehidupan yang pernah pengarang alami sendiri, pengalaman orang lain yang
mengarang lihat dan dengar, ataupun hasil imajinasi pengarang.
Karya sastra berupa novel yang diterbitkan penulis
Indonesia Dee Lestari, bukunya yang ke 12 ini berjudul Aroma Karsa merupakan hasil riset pedulinya terhadap lingkungan.
Dalam dokumenter pribadinya menyatakan bahwa menulis Aroma Karsa bukan hanya khayalan, melaikan implikasi dari potret
kehidupan nyata. Melalui risetnya sekaligus menggarap lingkungan melalui
pengelolaan sampah inilah menjadi inspirasi dari novel tersebut.
Aroma Karya menggambarkan
novel yang membahas pencarian tanaman Puspa Karsa dengan dibalut berwawasan
ekologis. Selain itu, Kekuatan dalam alur sebuah cerita tidak terlepas dari
tokoh, sebagai penentu jalannya sebuah cerita. Peran daripada penokohan
sangatlah menentukan mata angin bagi alur cerita didalamnya. Tokoh sentral
Janirah, Raras Prayagung dan Tayana Suma merupakan sosok perempuan dengan
karisma yang tinggi. Tokoh merekalah yang menjadi penguat daripada tokoh yang
lainnya, sebagaimana tokoh karakter pewayangan Dewi Srikandi yang biasa disebut
sebagai tokoh perempuan yang gigih dan pemberani. Begitupun sosok Kartini
dengan kutipan terkenalnya “Habis Gelap
terbitlah Terang.”
Dalam kurikulum 2013 pendidikan
Sekolah Menengah Atas, konsep pembelajaran sastra pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia selalu didasarkan pada standar karena segala
tindakan yang dilakukan harus berlandaskan alasan yang sesuai dan dapat
dipertanggungjawabkan. Salah satunya dengan memahami sastra sebagai
bahan ajar. Guru yang
bertanggung jawab terhadap ketercapaian materi ajar sebagai indikator
penentunya. Oleh karena itu, guru merupakan perpaduan penafsiran dan prediksi.
Sesuai yang dinyatakan menurut Rozak (2016: 2) Penafsiran merupakan kegiatan
yang menentukan rangkaian kegiatan
awalnya. Guru selalu berhubungan dengan penyusunan kegiatan secara sistematik.
Proses pembelajaran selalu bermula dari apa yang ditentukan sejak awal. Oleh
karena itu, guru disyaratkan menguasai isi dan cara mengajarkannya. Bentuk
pembelajaran apapun selalu berfokus pada kondisi seperti ini, termasuk juga
pembelajaran sastra.
Pembelajaran sastra
menyesuaikan dengan perkembangan karya sastra yang berkembang sesuai zamannya, misalnya
seperti karya-karya penulis populer Dewi
Lestari, Tere Liye, Boy Candra, Fiersa Besari, Rintik Sedu dan lainnya yang
mempunyai genre romantis melalui
penggunaan bahasa dan keadaan sesuai dengan dipasaran. Walaupun kritik sastra masih dengan teori yang sama.
Pembelajaran sastra ini setiap tahunnya berkembang sesuai dengan kondisi di
sekolah. Karena seiring
berjalannya waktu banyak karya sastra yang dipublikasikan semakin beragam. Ditandai
dengan media wattpad melalui metode
publikasi terkini yakni secara online sehingga
penulis dapat mengakses tulisan dimanapun dan kapanpun.
Bentuk pembelajaran sastra seharusnya diarahkan pada
kegiatan apresiasi. Apresiasi memungkinkan pembicaraan pada arah penikmatan
karya sastra dengan benar, teratur, dan mempertimbangkan berbagai unsur. Karya
sastra memang untuk dinikmati. Penikmatan ini memerlukan alat yang tepat. Alat
inilah yang seharusnya disiapkan oleh guru para muridnya. Para murid belajar
sastra memerlukan bimbingan yang tepat.
Dalam kaitannya materi pembelajaran sastra khususnya
novel terdapat pada nilai-nilai dalam cerpen atau novel kelas XII Sekolah
Menengah Atas. Untuk itulah, pembelajaran sastra dapat sangat dekat bagi
pendidik maupun peserta didik.
Disamping itu, peneliti mendapatkan beberapa penelitan
lain yang sesuai berdasarkan judul penelitian tersebut diantaranya sebagai berikut:
1)
Skripsi
berjudul “Peran Perempuan Terhadap Alam
dan Lingkungan dalam Novel Aroma Karsa Karya Dee Lestari (Kajian Ekofeminisme
Francoide D’eaubonne)”. Oleh Muftia JB, Universitas Negeri Makassar,
Fakultas Bahasa dan Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Indoneia. Pada tahun 2019.
Memaparkan mengenai peran dan posisi perempuan yang
terdapat dalam novel Aroma Karsa karya Dee Lestari. Menurutnya manusia tidak
dapat lepas dari alam dan lingkungan sekitarnya. Dari alamlah manusia
mendapatkan sumber makanan, bahan sandang, sehingga membangung tempat tinggal.
2)
Jurnal
berjudul “Tokoh-Tokoh Perempuan Peduli
Lingkungan dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Pendekatan Ekofeminisme”.
Oleh Yusi Nuraeni dan Aji Septiaji. Diterbitkan oleh Diglosia – Jurnal
Pendidikan, Kebahasaan dan Kesusastraan Indonesia, Pedidikan Bahasa Indonesia,
Universitas Majalengka. Pada tahun 2019.
Penelitian ini mengenai lingkungan alam (ekologi) dan
peranan perempuan (feminisme) dinamakan ekofeminisme. Objek penelitian ini
ialah novel Partikel karya Dee Lestasri. Ekofeminisme memandang bahwa perempuan
secara kultural dikaitkan dengan alam. Oleh sebab itu, tokoh perempuan
merupakan bagian dari sebuah cerita dalam karya sastra. Seperti halnya tokoh
laki-laki, tokoh perempuan juga memiliki peranannya sesuai dengan jalan cerita
yang telah ditetapkan penulis. Peranan perempuan dalam karya sastra selalu
menjadi hal yang menarik terutama jika tokoh tersebut memiliki karakter atau
penokohan yang sangat unik seperti adanya perjuangan dalam menuntut pendidikan,
pelestarian lingkungan serta memperjuangkan hak sebagai perempuan. Tokoh
perempuan identik dengan kajian feminis atau kritik feminis.
3)
Jurnal
berjudul “Ekofeminisme dalam Novel Akik
dan Penghimpun Senja Karya Afifah Afra”. Oleh Andaru Ratnasari dan Liana
Eka Wardani.
Penelitian ini membahas pertama, bentuk etika kepedulian terhadap lingkungan yang terdapat
dalam novel Akik dan Penghimpun Senja Karya Afifah Afra. Kedua, bentuk peran perempuan terhadap lingkungan yang terdapat
dalam novel Akik dan Penghimpun Senja Karya Afifah Afra.
4)
Jurnal
berjudul “Dekonstruksi Terhadap Kuasa
Patriarki atas Alam, Lingkungan Hidup dan Perempuan dalam Novel-Novel Karya Ayu
Utami”. Oleh Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari.
Penelitian ini mendeskripsikan strategi dekonstruksi
terhadap kuasa partriarki atas alam, lingkungan hidup dan perempuan dalam
novel-novel Ayu Utami. Penelitiani ini meggunakan aliran pemikiran
ekofeminisme. Sumber data adalah tiga novel karya Ayu Utami, yaitu Bilangan Fu,
Manjali fan Cakrabirawa dan Maya. Hasil penelitian sebagai berikut: pertama, ketiga novel tersebut
menggambarkan perjuangan di kawasan taman bumi Sewugunung dan situs candi
Calwanarang di era Orde Baru. Kedua,
bentuk perlawanan yang dilakukan oleh sejalan dengan pemikiran ekofeminisme dan
merupakan strategi dekonstruksi terhadap kuasa patriarki atas alam, lingkungan
dan perempuan.
Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ada
persamaan melalui pendekatan ekofeminisme dengan objek perempuan dan alam.
Namun tentu saja hasil karya dari setiap penulis memiliki perbedaan dalam segi
sudut pandang penulis. Dengan begitu, peneliti menetapkan judul “Analisis Tokoh
Perempuan dan Alam dalam Novel Aroma
Karsa Karya Dee Lestari melalui Pendekatan Ekofeminisme Sebagai Bahan Ajar
di SMA” untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Menengah Atas.
No comments:
Post a Comment