Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Sunday, 25 February 2018

Naskah Drama Tentang Kerajaan



Tema  : Kerajaan (Raja sombong oleng karena pelampiasan diputuskan Cinta)
Adegan 1
Ada sebuah kerajaan bernama Sunda Kalapa yang dipimpin oleh Raja Agung Tirtayasa, beliau sangat teguh pendiran, tegas dan bijaksana. Kekayaan yang berlimpah dengan dayang, prajurit serta rakyat yang begitu banyak. Didalam kerajaan terdapat pula ibu sang raja yang begitu dicintainya dengan patih Puanudin. Puanudin sebagai penasihat raja sekaligus pemberi keputusan atas segala sesuatunya. (Musik gamelan, suasana pagi, panggung bagian kanan)
Raja                             : “Patih! Patih! Patih! (dengan nada sombong) kemarilah.”
Patih                : (Lari terpogoh-pogoh) “Hamba siap menghadap tuan.”
Raja                 : “Apakah semua rakyatku sejahtera?”
Patih                : “Sudah tuan, Tugas tuan prabu telah saya laksanakan. Semua rakyat telah merasakan makanan yang telah tuan tugaskan.”
Raja                 : “Bagus, aku menginginkan keterbukaan atara raja dan rakyat. Siapapun yang tidak puas dengan pelayananku, tolong menghadap langsung kepadaku.”
Patih                : “Baiklah tuan.”
Raja                 : “Sudah sana, kau boleh bekerja kembali.”
Patih                : “Hamba mohon pamit.”
            (Musik romantis, letak panggung sebelah kiri) Raja yang tengah berjalan melihat kekasihnya Ratu Sri Mahasari, yang sedang duduk merenung. Rakyat sedang mengerjakan aktivitasnya masing-masing. Dan sang raja pun duduk bersamanya.
Raja                             : “Sedang apa wahai adindaku termenung sendirian disini?”
Ratu                : “Tidak ada apa-apa kakanda. Aku hanya ingin menikmati suasana tetesan embun pagi hari ini.”
Raja                 : “Aku mencintaimu adinda, maukah kau menjadi pendamping hidupku?” (sedari berlutut, memasangkan cincin)
Ratu                : (terharu bahagia)
Raja                 : “Dan apapun yang kau inginkan, katakana saja. Pasti aku akan mengabulkannya.”
Rakyat 1         : “Cieee, sudah terima saja.”
Rakyat 2         : “Betul ratu.”
Rakyat 3         : “Kami sangat mendukung.”
Rakyat 4         : “Kalian berdua sangat cocok.”
Ratu                : (menutup muka dan menganngukan kepala) “Iya, aku mau menjadi istri kakanda.”
Raja                 : (menyematkan cicin di jari manis kiri sang ratu.”
Samua rakyat  : (bergembira, bertepuk tangan) “Yeay, kita berhasil.”
Adegan 2
            Pada malam harinya, dua prajurit. Prajurit 1 logat sunda sedangkan prajurit 2 logat jawa sedang beristirahat sedari bermain catur. (sontrek lagu malam hari dengan suara jangkrik.)
Prajurit 1         : “Aku sedang kesal euy kawan.”
Prajurit 2         : “Kenapa? Kulitmu gatal-gatal lagi, karena bekerja jadi pengurus kuda perang?”
Prajurit 1         : “Naonna? Henteu atuh.”
Prajurit 2         : “Lalu apa dong? Koe Kurapan?”
Prajurit 1         : “Enggaklah. Anjen ngaco, abdi ieu teh keur puyeng, pusing.”
Prajurit 2         : “Pusing kenapa lagi? Hutangmu yang belum lunas di mbok Darmi itu ya?” (hahaha tertawa bahagia).
                        Datang dayang penyaji makanan dan minuman.
Dayang           : “Ada apa ini? Malam-malam kok pada ribut-ribut sih.”
Prajurit 1         : “Ini nih dia.”
Prajurit 2         : “Apaan, ngong wong kamu duluan jeh.”
Dayang                        : “Sudah-sudah. Aku ini sedang memikirkan kapan jatah gajiku turun nih.”
Prajurit 1         : “Naahhhh, itu dia. Aku puyeng sabab teu boga duit. Keur boke, iraha hujan duit ti langit nya?”
Dayang           : “Hujan itu air, mana ada hujan uang. Kamu ini.”
Prajurit 2         : “Iya ya, masalah gajih iku. Ingsun ge belum dikasih gaji. Kenapa ya tuan raja kita ini? Padahal rakyat telah sejahtera, lingkungan kerajaan melarat.”
Dayang 1        : “Iya juga, aku setuju dengan perkataanmu. Aku kecewa, tapi ya sudahlah kita lihat nanti sajalah. Kalau sampai berbulan-bulan, kita harus demo.”
Prajurit 1         : “Ya sudahlah (lagu bondan), sekarang ini kita tidur. Sudah malam, kita tidur (logat iklan). Hus, hus, hus sana kau perempuan sendirian. Bukan muhrim.”
Adegan 3
            Sinar mentari telah menyapa, tak ada angin ataupun hujan dengan cepat seorang prajurit menemui sang raja.
Prajurit 1         : “Daulat raja, ditaman Ratu Sri Mahasari telah menunggu.”
Raja                 : “Baiklah aku akan kesana.”
Prajurit 1         : “Siap tuan, titah tuan akan aku laksanakan.”
            Sebelum raja keluar, ratu terlebih dahulu menemuinya.
Ratu                            : “Mulai sekarang kita putus. Nih, cincin yang kau berikan, aku kembalikan kepadamu.”
Raja                 : (menatapnya tanpa ekspresi dan patah hati) “Tapi kenapa? Jelaskan alasannya?”
Ratu                : (Ratu berlari keluar)
Raja                 : “Adinda.” (Mencegahnya dengan memegang tangannya) “Katakan apa salahku?”
Ratu                : “Kau tak salah apapun. Hanya saja takdir tidak dapat mempersatukan kita, kakanda. Maaf.”
Raja                 : “Aaadiiinnndaaa. AAaaaaarrrrrgggghhhhhh.” (kecewa dan marah)
            Ujian sang raja tidak sampai disitu saja, diluar terdapat banyak keributan yang memekakan telinga. (membawa famplet)
Prajurit 1         : “Raja, ayo keluar.”
Dayang 1         : “Sejahterakan rakyat juga sejahterakan pengurus kerajaan.”
Prajurit 2         : “Turunkan gaji kami.”
Dayang 2         : “Kami membutuhkan keadilan di negeri ini.”
Prajurit 1         : “Ya, betul. Sudah berbulan-bulan kami mengabdi disini.”
Dayang 3        : “Mana janjimu, siapa yang tidak puas dengan pelayananmu ialah kami. Dan kami semua menghadap.”
Prajurit 2         : “Keluar kau raja.”
Dayang 4        : “Ayo tunjukkanlah dirimu.”
            Raja pun keluar dengan ekspresi yang marah.
Raja                             : “Aaaahhhhh. Kalian ini, berisik tahu, aku sedang pusing. Kenapa sekarang kalian lancang kepadaku? HAH! JAWAB! Apa kamu, kamu, kamu mau aku pecat?”
Prajurit 1         : “Tapi raja sudah berjanji untuk menerima pendapat rakyat.”
Raja                 : “Aku ini sudah menepati janji, pokoknya aku tidak mau dengar lagi ocehan kalian. Ayo bubar!” (Raja meninggalkan mereka).
Dayang 1        : “Aku kecewa.”
Semua             : “Iya.”
            Raja berlari menuju kerajaan Pasundanan, disana kediaman ibunya dengan merangkul dilututnya.
Raja                             : “Ibu, apa salahku? Tunanganku telah meninggalkanku?
Ibu                               : “Nak, bangunlah. Tatap mata ibu. Jangan kau menyalahkan dirimu sendiri nak?”
Raja                 : “Tapi bu… Dan dan aku juga tidak mengupah pembantu-pembantu kerajaan karena si Sri Mahasari. Aku dipusingkan olehnya. (menggelengkan kepala).
Ibu                  : (menganggukkan kepala) “Oh, ya ini ada peninggalan almarhum ayahmu. Bacalah nak.”
Raja                 : (Raja melangkah beberapa kedepan, membaca buku tersebut, musik tegang, ia menggelengkan kepala). “Ibu, apakah tulisan ini benar adanya?”
Ibu                  : (menganggukkan kepala). “Benar nak.”
Raja                 : “APA? Orang tua Sri Mahasari telah membunuh ayahku! Mungkin itulah alasan dia memutuskanku?”
            Tak diketahui oleh raja, prajurit 1 menguntit semua perkataan sang Raja. Dibelakang panggung ia membisik-bisikkan kabar tersebut. (Raja dan ibu keluar)
Prajurit 1         : “Itu artinya, semua ini dalangnya Ratu Sri Mahasari. Kita harus bertindak. Serang kerajaan Kalapaaaaa.”
Dayang 3        : “Nanti dulu, bukannya kalapa itu buah yang ada di pantai ya?”
Dayang 4        : “Ih, itu mah kelapa. Kamu mah, ini sudah serius juga, diajak bercanda, aku gibing kau.”
Dayang 3        : “Betul atuh, kan bahasa sundanya begitu. Kalapa.”
Prajurit 2         : “Sudah, sudah. Mari kita serang serang serang kerajaan kalapa pa pa :’D”
            (Dengan fomosin antara prajurit dan dayang kerajaan Sunda VS prajurit dan dayang kerajaan Kapala). Dan pada akhirnya, semuanya saling berjatuhan dan pergi ke masing-masing kerajaan.
Adegan 4
Kerajaan Kalapa, ratu menangis menatap buku tebalnya ditemani dua dayangnya.
Ratu                : “Aku tidak tahan, karena kedua orangtuaku meninggal karena peperangan dengan ayahnya raja.” (murung)
Dayang A       : “Sudahlah ratu, jangan terlalu dipikirkan. Semua ini pasti ada jalan keluarnya.”
Dayang B        : “Iya betul tuh ratu, jangan menyesali takdir yang sudah ditetapkan. Nanti ratu bisa sakit.”
Ratu                : “Tapi aku telah putus dengan raja itu.”
Dayang A       : “Keputusan ratu sudah benar.”
Dayang B        : “Memang, dari dulu keturunan Sunda dengan Kalapa sulit untuk dipersatukan.”
Ratu                : “Aku rindu ayah dan ibuku.” (sedih)
Dayang A &B : (Memeluk ratu) “Disini ada kami, ratu.”
            Raja dengan marah menuju kerajaan Kalapa.
Raja                 : “Jadi orangtuamu telah membunuh ayahku. Biadab.”
Dayang A       : “Jangan salah sangka ya. Dan seluruh kerajaanmu terutama ayahmu telah membunuh kedua orangtua ratu.” (Menarik kerah raja)
Raja                 : “Kau tidak hormat kepadaku?”
Dayang B        : “Tidak, karena kau itu sombong.”
Raja                             : “Hahahahaha. Itu harus.”
Ratu                : “Aku benci kamu!

Teori Pendekatan Mimetik

A. Pengertian Teori Tokoh-Tokoh Teori Mimetik
Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Secara umum mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.
Pengertian mimetik menurut para ahli:
a. Plato Mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan.
b. Aritoteles Ia berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya.
c. Raverzt Berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji karya sastra yang berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan.
d. Abrams Mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
e. Lewis mengungkapkan pendekatan ini memandang seni sebagai tiruan dari aspek-aspek realitas, dari gagasan-gagasan eksternal dan abadi, dari pola-pola bunyi, pandangan, gerakan, atau bentuk yang muncul secara terus menerus dan tidak pernah berubah
f. Rohrberger dan Woods, 1971:9 memandang pendekatan mimetik sebagai pendekatan historis-sosiologis. Katanya: “pendekatan sosiologis-historis menyarankan kepada pendekatan yang menempatkan karya yang sebenarnya dalam hubungannya dengan peradaban yang menghasilkannya. Peradaban di sini dapat didefisikan sebagai sikap-sikap dan tindakan-tindakan kelompok masyarakat tertentu dan memperlihatkan bahwa sastra mewadahi sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka sebagai persolan pokoknya”.

Jadi dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori mimetik yakni pendekatan kajian sastra karangan penulis yang meniru pada kehidupan realita (nyata) dapat berupa konflik sosial, budaya maupun politik. Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan.Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya.
Adapun fungsi mimetik ialah memberikan pendidikan ajaran moral kepada pembaca, agama dan fungsi sosial.

B. Konseptual dan Metodologis Pendekatan Mimesis
Melalui penjabaran di atas, dapat diketahui secara konseptual dan metodologis bahwa pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:
1. Produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis,
2. Pepresentasi kenyataan semesta secara fiksional,
3. Produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
4. Produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.

C. Contoh-contoh Karya Mimetik
1. Pendekatan mimetik pada novel “Surat Kecil untuk Tuhan” Karya Agnes Davonar
Disusun bedasarkan sistematika pembahasan aspek sosial terhadap kehidupan nyata, salah satunya yakni ada seorang anak yang menghina keadaannya.
Dalam novel tersebut menggambarkan keadaan Keke seperti dia mempunyai wajah seperti monster. Ketika Keke mau ke toilet dia melihat anak kecil sedang bermain sendirian, Keke langsung menghampirinya. Hal itu digambarkan dalam penggalan novel berikut. “Hi adik kecil, kok sendirian? Kabur dari kelas ya? Hehehehe...” (Agnes Davonar, 2012:55)
Ketika Keke mau menyentuh pipi anak yang manis dan imut itu, namun anak itu ketakutan. Lalu anak kecil itu malah lari ke kantin dan mendapati ibunya. Anak kecil itu memeluk ibunya dan menghina Keke. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Mama, wajah kakak itu mengapa? Kok serem sekali seperti moster.” (Agnes Davonar, 2012:55)
Perihal tokoh Keke dalam novel “Surat Kecil untuk Tuhan” karya Agnes Davonar tidak hanya terjadi di dalam novel saja. Tapi di dalam dunia nyata juga ada dalam sosialisasi. Sebagai contoh bila ada orang yang sakit catat dirinya, maka yang sakit itu akan di hina oleh lain. Padahal orang yang menghina itu belum tentu sempurna dan mempunyai kelebihan.
2. Pendekatan mimetik pada novel “Untaian Tasbih Cinta” Karya Roidah
Menceritakan seorang perempuan yang bernama Zahra merantau menuju ranah Minangkabau di Sumatera Barat yang memiliki nilai budaya tata krama rimba yang dinamakan nyemendo yang dijelaskan oleh penulis, yakni. Selama masa nyemendo, seorang bujang rimba tidak boleh bertemu langsung dengan calonnya, tanpaorang lain menyertai. Walaupun masa nyamendo bisa dibilang masanya pedekate sebelum menikah. Jangan harap calon penganten bisa berdua-duaan, bergandeng tangan, atau apalah istilah moderennya seperti muda-mudi sekarang ini di luar rimba. “Meroboh halom nan mumpayoi. ” Ucap Laman Senjo. Yang secara logika maksudnya pergaulan bebas muda-mudi akan bertentangan dengan adat Suku Kubu. (Roidah, 2009:81)
Jika ditilik dari segi budaya, nyemendo dalam adat Sunda biasanya disebut dipingit masih saja dipergunakan dalam kehidupan masyarakat. Karena ada tradisi yang harus dilaksanakan untuk kelancaran sebelum menikah.
3. Puisi Karangan Bunga Karya Taufiq Ismail
KARANGAN BUNGA
(Taufiq Ismail)

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi
Karya : Taufiq Ismail, Tirani, 1966

Puisi tersebut mengisahkan pernyataan kesedihan tiga anak kecil, sesuai dengan pendekatan mimetik yang menggambarkan tiruan kehidupan nyata, terdapat pada bait.
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Karena setiap bunga yang dibalut dengan pita hitam pasti menandakan kesedihan yang mendalam, dalam kehidupan sosial dapat diartikan empati ketiga anak kecil kepada kakak. Terlebih lagi puisi Taufiq Ismail yang ditulis pada tahun 1966, tepat pada saat itu terjadi tragedi Trisakti yang menewaskan Arif Rahman Hakim.

4. Cerpen Centang Melulu Karya Dira Ariza dalam antologi cerpen Beat The World
Tiruan kehidupan sosial atas dengan sosial bawah, Faiz seorang yang sederhana bertemu dengan Chiko yang berstatus tiggi memberikan keirian sosial dalam benak Faiz. Berikut kutipan penjelasan penulis.
Gue dan Choki ngobrol-ngobrol selama di jalan menuju kelas, akhirnya gue punya teman dan gue rasa dia kaya. Gue perhatiin dari mulai seragam sampai sepatunya semua pake barang bermerk. Bau badannya kaya minyak wangi yang di tv dan sepatunya ada ciri khasnya, yaitu CENTANG. Itulah yang gue itung dari tadi, sepatu yang ada tanda centangnya. Ya sepatu Nike, emang lagi booming banget sih di mana-mana termasuk di sekolah gue. (Dira Ariza, 2015:8)
Cerpen tersebut menjelaskan kehidupan nyata yang masih saja membedakan status dengan pakaian yang dikenakan. Hal ini diperjelas dengan adanya dialog antar tokoh.
“Sepatu lu bagus banget.” Puji gue ke Choki
“Masa? Biasa aja.”
“Ada tanda centangnya bikin keren.” Jawab gue (Dira Ariza, 2015:9).
Tokoh Faiz menilai temannya Choki anak seorang yang kaya. Akan tetapi terlihat dari dialog jawaban Choki yang tidak mempersalahkannya. Mencerminkan prasangka seseorang.
5. Naksah drama Tanah Perempuan Karya Helvy Tiana Rosa
Tokoh utama dialamnya yakni Safiah Cut Keumala atau biasa dipanggil Mala, dia seorang istri, ibu dan guru sejarah. Nama lengkapnya diambil dari nama Safiatuddin Syah, Cut Nyak Dien dan Laksamana Keumalahayati, tiga tokoh perempuan pejuang Aceh. Mala tinggal bersama suaminya Majid dan anak mereka Agam dibesarkan dikeluarga Abu (Harun), Mak (Hafsah), Ma’e kakaknya serta adiknya Iman. Kepedihan mereka berawal dari Ma’e yang hilang akibat DOM (Daerah Operasi Militer). Tak lama kemudian Abu tewas ditembak oleh orang yang tak dikenal di depan rumah mereka. Sehingga suaminya Majid sebagai pengganti kepala keluarga harus melindungi anggota keluarganya, sedangkan Majid adiknya menginginkan pindah.
IMRAN:
Memang tak ada jalan lain, Cut Kak. Kita bukan saja harus meninggalkan rumah ini, tapi harus meninggalkan Aceh. Firasat lon mengakatan semakin lama kita disini, akan semakin banyak kemalangan dan kepedihan yang menimpa kita!

MALA:
(Menggeleng) Tidak. Lon tak mau pergi. Ini tanah kelahiran kita, tempat kita dibesarkan dan dikuburkan. Kita dibesarkan dan dikuburkan. Kita tak bisa pergi meninggalkan begitu saja, Adoe.

Sosok Imran sesuai dengan penekatan mimetik, banyak orang yang lupa akan tanah kelahirannya sendiri. Seperti pepatah mengatakan kacang lupa kulitnya, sedangkan Mala yang berusaha menasehati sebagai sosok sang kakak yang sayang kepada adiknya.

Menganalisis Puisi Sutardji Calzoum Bachri Sepisaupi, Belajar Membaca dan Tragedi Winka Sihka

Menganalisis Puisi Sutardji Calzoum Bachri

Sepisaupi

Sepisau luka sepisau duri
Sepikul dosa sepukau sepi
Sepisau duka serisau diri
Sepisau sepi sepisau nyanyi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisapanya sepisaupi
Sepikul diri keranjang duri
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sampai pisaunya kedalan nyanyi

A. Fonetik ialah bunyi yang pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut membedakan makna atau tidak, objek kajian fonetik ialah fon.
1) Dalam puisi yang berjudul Sepisaupi terdapat kata dasar seperti pisau, pikul, luka, duri, diri, risau, keranjang, dan sebagainya. Sedangkan kata afiks (kata tambahan) yakni se-.
2) Kata yang sering muncul berupa kata dasar sepi. Karena setiap lariknya pasti terdapat kata sepi, dengan pembuktian sebagai berikut:
Sepisaupi

Sepisau luka sepisau duri
Sepikul dosa sepukau sepi
Sepisau duka serisau diri
Sepisau sepi sepisau nyanyi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisapanya sepisaupi
Sepikul diri keranjang duri
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sampai pisaunya kedalan nyanyi
3) Artikulator yang digunakan berupa konsonan bilabial dengan huruf [p] dengan cara pengucapannya letupan dari kedua bibir dengan bibir bawah yang hambat dan tak bersuara. Sedangkan vokalnya berupa [e] adalah vokal depan, sedang tidak bulat, [i] adalah vokal pusat, tinggi dan [u] adalah vokal belakang, tinggi serta tidak bulat.
4) Rima yang digunakan puisi tersebut ialah berima beraturan dengan setiap lariknya diakhiri oleh rima /i/.

B. Fonemik ialah bunyi bahasa yang membedakan makna kata.
1) Luka dan duka
Kata keduanya termasuk fonemik karena memiliki vokal yang sama namun memiliki makna yang bebeda. Perbedaannya terletak pada bunyi fonem yang pertama yaitu [l] dan [d]. Makna dari luka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu lecet pada kulit karena barang yang tajam, sedangkan duka yang artinya susah hati atau sedih di dalam diri.
2) Duri dan diri
Perbedaan kedua kata terebut terdapat pada bunyi vokal yang kedua yaitu bunyi [u] dan bunyi [i]. Makna dari duri yaitu bagian tumbuhan yang runcing dan tajam contohnya bunga mawar, berbeda halnya dengan diri yang mempunyai arti menunjukkan pada seseorang manusia.

Belajar Membaca

Kakiku luka
Luka kakiku
Kakikau lukakah
Lukakah kaki kau
Kalau kakikau luka
Lukakukah kakikau
Kakiku luka
Lukakaukah kakiku
Kalau lukaku lukakau
Kakiku kakikaukah
Kakikakukah kakiku
Kakiku luka kaku
Kalau lukaku lukakau
Lukakakukakiku lukakakukakikaukah
Lukakakukakikaukah lukakakukakiku

A. Fonetik
1) Afiks yang terdapat dalam puisi belajar membaca yakni –kah, sedangkan kata dasar terdiri dari kaki, kau, luka, kalau dan kaku. Selain dari itu, terdapat pula morfem dasar terikat terdapat kata kalau, karena morfem terikat ini tidak dapat berdiri sendiri dengan kata lainnya. Buktinya terdapat ada larik ke-5 “Kalau kaki kau luka”.
2) Kata yang sering muncul ialah kaki dan luka yang berjumlah 17 kata. Dibuktikan sebagai berikut:
Belajar Membaca

Kakiku luka
Luka kakiku
Kakikau lukakah
Lukakah kaki kau
Kalau kakikau luka
Lukakukah kakikau
Kakiku luka
Lukakaukah kakiku
Kalau lukaku lukakau
Kakiku kakikaukah
Kakikakukah kakiku
Kakiku luka kaku
Kalau lukaku lukakau
Lukakakukakiku lukakakukakikaukah
Lukakakukakikaukah lukakakukakiku
3) Arikulator terdapat vokal dan konsonan. Vokal yang dominan tertulis yakni [a] adalah vokal pusat, tinggi, tidak bulat, [i] adalah vokal pusat, tinggi tidak bulat dan [u] adalah vokal belakang, tinggi serta tidak bulat. Sedangkan, konsonannya huruf [k] berupa konsonan Dorso-velar yang artinya pakal lidah dan langit-lagit. Pungucapanya dengan cara penekanan pangkal lidah yang bergeser dengan langit-langit sehingga keluar bunyi beruara.
4) Rima yang digambarkan puisi tersebut tidak beraturan, karena tirlihat dari rima akhir beupa a-u-h-u-a-u-a-u-u-h-u-u-u-h-u.

B. Fonemik
Kaki dan kaku
Kata keduanya termasuk fonemik, sebab memiliki bunyi vokal yang berbeda pada bunyi terakhir yaitu bunyi [i] dan bunyi [u]. Maka dari itu cara pengucapannya terdengar mirip, namun memiliki makna yang berbeda. Makna kata kaki yaitu anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan. Lain halnya dengan kaku yang artinya keras tidak dapat dilenturkan.

Tragedi Winka dan Sihka
Kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
ka

A. Fonetik
1) Kata dasar yang terdapat dalam puisi Tragedi Winka dan Sihka yakni kawin dan kasih dengan kedua kata tersebut terdapat kata yang sering muncul.
2) Artikulator yang terdiri dari vokal dengan didominasi oleh huruf [a] adalah vokal pusat, sedang, tidak bulat dan [i] adalah vokal pusat, tinggi, tidak bulat. Sedangkan konsonan berupa sebagai berikut:
[k] Dorso-velar pengucapannya getaran antara pangkal lidah dengan langit-langit
[s] Lamino-palatal artikulasinya datang dari daun lidah dengan langit-langit
[h] faringal berasal dari rongga tenggorokan
[n] lamino-palatal artikulasinya datang dari daun lidah, serta
[w] bilabial pertemun antara kedua bibir atas dan bibir bawah.
3) Rima yang digunakan terlihat tidak beraturan, yaitu n-n-n-n-n-n-a-n-a-n-a-n-a-a-a-a-a-a-a-h-a-h-a-h-a-h-a-h-a-h-a-h-h-h-h-h-h-a-a.
B. Fonemik
Dalam puisi tersebut tidak ditemukannya fonemik.










Sinopsis Novel Salah Asuhan Karya Abdul Muis

LAPORAN
Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Sastra

Dosen Pengampu: Risma Khairun Nisya, S.Pd.,M.Pd.

Kelompok 3

Disusun Oleh :
1. Alfariji (17.03.1.0010)
2. Aries Ibnu Maulana (17.03.1.0018)
3. Dewi (17.03.1.0003)
4. Elmi Indriyani (17.03.1.0013)
5. Ika Lestari (17.03.1.0014)
6. Leni Nurlatifah (17.03.1.0006)
7. Wiwi Sri Wahyuni (17.03.1.0017)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Majalengka
2017/2018

SINOPSIS NOVEL SALAH ASUHAN
Karya Abdoel Moeis

Tokoh utama dalam novel ini ialah Hanafi seorang anak pribumi yang berasal dari Solok berbudaya Minangkabau, seorang Hanafi dibesarkan oleh ibu seorang diri sebab ayahnya sudah meninggal semenjak ia kecil. Meskipun begitu, dengan sekuat tenaga ibunya menginginkan anak tunggalnya menjadi harapan bagi sukunya.
Ibunya mengirim Hanafi ke HBS (Hoogere Burger School), disana ia dibesarkan oleh keluarga Belanda dengan budaya yang kebarat-baratan. Setelah lulus dari HBS, ia bekerja sebagai asisten Residen di Kantor BB Solok. Bahkan terkadang tingkah lakunya melebihi orang Belanda asli. Ketika Hanafi kembali ke kampungnya, Hanafi sikapnya berubah dimana ia berani membantah ibunya sendiri.
Pada saat itu, Hanafi bertemu dengan seorang perempuan bernama Corrie, ia anak dari Tuan du Bussee yang berasal dari Prancis. Corrie menganggap Hanafi sebagai kakanya, karena Hanafi sering membela ketika Corrie dikucilkan. Hubungan Corrie dengan Hanafi tidak sampai disitu saja, mereka semakin dekat oleh kesamaan hobi yakni tennis. Karena kedekatannya itulah Hanafi mengangga Corrie lebih dari sebatas adik. Namun ketika Hanafi mengungkapkan isi hatinya, Corrie tidak langsung memberi jawaban kepada Hanafi, melainkan segera berpamitan pulang dengan alasan yang tidak jelas. Corrie mengingat pesan dari ayahnya bahwa pengalaman ayah dengan ibunya yang berbeda status antara laki-laki Barat dengan wanita pribumi akan tidak dihormati kedudukannya oleh Bangsa Eropa. Keesokannya Hanafi menerima surat yang berupa penolakan cintannya dari Corrie.
Karena penolakan cinta dari Corrie membuat Hanafi jatuh sakit. Selama sakit, Hanafi dirawat oleh ibunya dan selama itu pula Hanafi sering mendapat nasihat dari ibunya. Ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah anak dari Sutan Batuah. Karena keluarga mereka telah membantu biaya selama Hanafi sekolah di HBS. Oleh karena itu, Hanafi tidak mungkin menolak tawaran dari ibunya.
Pernikahan yang tidak didasari dengan rasa cinta itu membuat rumah tangga mereka tidak pernah tentram. Setiap hari Hanafi selalu memaki-maki istrinya karena hal yang sepele. Namun Rapiah hanya diam dan tidak pernah melawan semua perlakuan suaminya. Hal itulah yang membuat Ibu Hanafi kagum kepada Rapiah, hingga suatu hari Hanafi murka kepada Ibunya. Dengan tidak sengaja Ibunya menyumpahi Hanafi. Tiba-tiba anjing gila mengigit pergelangan Hanafi hingga Hanafi harus berobat ke Betawi. Sampai di Betawi Hanafi bertabrakan dengan seorang gadis eropa, yang tidak lain adalah Corrie. Hanafi memohon kepada Corrie untuk menerima ajakan pertunangannya hingga rela merubah kewarganegaraannya menjadi warga Eropa. Meskipun Corrie harus menerima resiko, yaitu dijauhi oleh teman-teman eropanya, Pesta pertunangan mereka dilakukan dikediaman rumah teman Belandanya.
Dilain pihak Rapiah dan Ibunya tahu jika Hanafi akan menikahi Corrie, namun Rapiah tetap menunggu kedatangan Hanafi. Namun seiring berjalannya waktu, rumah tangga Hanafi dan Corrie sudah tidak tentram lagi, karena didalam rumah tangga mereka Corrie dituduh berzinah dengan orang lain. Semalaman Corrie tidak bisa tidur, air matanya sudah kering, hati yang sedih menjadi panas. Jika Hanafi terus menuduh Corrie, maka Corrie akan menggugat cerai suaminya. Pada akhirnya Corrie pergi ke Semarang untuk menghindari Hanafi. Namun pada suatu hari, Hanafi menerima surat yang memberi tahukan bahwa Corrie berada di Semarang. Setelah beberapa hari, Hanafi nekat pergi ke Semarang untuk mencari Corrie dirumah seorang pengusaha anak-anak yatim. Namun sampai disana justru berita buruk yang diterima oleh Hanafi. Bahwa Corrie masuk rumah sakit karena sakit keras, yaitu kolera. Hingga akhirnya nyawa Corrie ridak dapat ditolong lagi. Setelah kepergian Corrie, Hanafi pulang ke Solok untuk menemui Ibunya. Setelah beberapa hari Hanafi sampai di Solok, ia jatuh sakit karena menelan 6 butir sublimat, yang menyebabkan Hanafi terus muntah darah dan akhrinya merenggut nyawanya.

Linguistik Umum

Assalamu'alaikum
Salam hangat temen-temen udah lama nih engga ngeblog lagi, kali ini aku akan membahas mengenai awal seluk beluk linguistik umum dan berikut ialah ranggkumannya.
1. Studi Bahasa
A. Pengertian Bahasa
Linguistik umum artinya pengetahuan yang mempelajari bahasa pada umumnya. Setiap bahasa memiliki ciri khas dan pola tertentu yang membedakan dengan bahasa lainnya. Kata bahasa memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Namun demikian, dari sekian perbedaan itu, tetap saja akan ditemukan adanya persamaan yang bersifat universal.
B. Hakikat Bahasa
Berikut merupakan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu sebagai berikut:
1) Bahasa sebagai sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus sistematis dan sistemis. Dengan sistematis artinya bahasa tersusun menurut pola, sedangkan sistemis artinya bahasa itu bukan sistem tunggal, tetapi juga terdiri dari subsistematis.
2) Bahasa sebagai lambang
Bersifat tidak langsung dan alamiah. Lambang biasanya dipilih oleh suatu kelompok masyarakat karena memiliki makna tersendiri. Misalnya, bendera berwarna kuning yang dipakai masyarakat untuk melambangkan kematian, ternyata jika didalam ruang lingkup pemerintahan bendera kuning dipakai sebagai lambang kepresidenan.
3) Bahasa adalah bunyi
Bunyi pada bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang memiliki maksud tertentu. Sehingga ketika bertatapan dengan lawan jenis, bunyi tersebut saling memahami oleh keduanya.
4) Bahasa itu bermakna
Morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana merupakan satuan bahasa yang bermakna. Karena satuan-satuan bahasa tersebut berada pada tingkatan linguistik berdeda. Kita mengetahui bahasa didalam bangsa Indonesia itu memiliki banyak arti, walaupun bahasa Indonesia memiliki berbagai macam ciri khas dan daerah.

5) Bahasa itu arbitrer
Yakni tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Contohnya, kita menamakan perabot rumah tangga yang digunakan untuk duduk dengan sebutan kursi. Mengapa tidak disebut atap? Maka Arbitrer dapat dikatakan sebagai penamaan sesuatu hal dengan sesukanya.
6) Bahasa itu konvensional
Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu memenuhi konvensi bahwa lambang tertentu dipergunakan untuk mewakilinya. Setelah Arbitrer, penamaan sebutan tersebut digunakan sepanjang masa. Kemudian selanjutnya menjadi kebiasaan dan pada akhirnya menjadi peraturan, itulah yang dinamakan bahasa itu konvensional.
7) Bahasa itu produktif
Arti produktif ialah banyak hasilnya, atau lebih tepatnya terus-menerus menghasilkan. Keproduktifan bahasa memang ada batasnya, dalam hal ini dapat dibedakan antara keterbatasan parole yang artinya ketidaklaziman bentuk yang dihasilkan sedangkan keterbatasan langue itu dibatasi karena kaidah atau sistem yang berlaku.
8) Bahasa itu unik
Yakni mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Keunikan yang menjadi salah satu ciri bahasa ini terjadi pada setiap bahasa, seperti bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Inggris, atau bahasa Cina. Jikalau keunikan terjadi pada sekelompok bahasa yang berada dalam satu rumpun, lebih baik jangan menyebutnya keunikan, melainkan ciri dari rumpun atau golongan bahasa itu.
9) Bahasa universal
Ciri kesamaan dari bahasa pada umumnya yang terdiri dari vokal dan konsonan. Misalnya bahasa Indonesia memiliki 6 buah vokal dan 22 buah konsonan, sedangkan bahasa Arab mempunyai 3 buah vokal pendek dan 3 buah vokal panjang serta 28 buah konsonan.

2. Linguistik Sebagai Ilmu
Hatta (1980) menulis “Pegetahuan yang didapat daripada pengalaman disebut pengetahuan pengalaman.” Atau ringkasnya pengetahuan. Pengetahuan disebut yang didapat dengan jalan keterangan disebut ilmu.
Kesimpulan dari linguistik umum bahwa ilmu pengetahuan yang mempunyai obyek forma bahasa lisan dan tulisan yang mempunyai ciri-ciri pemerlian, syarat-syarat: sistematik, rasional, umum, sebagai pemerian dan kenyataan struktur, pembagian, bagian-bagian dan aturan-aturan bahasa.
Adapun ciri-ciri keilmuan linguistik ialah:
a. Eksplisit
Yang berarti tidak ngawur, tidak ada makna ganda, disusun dan dirumuskan secara penuh dan menyeluruh dan tidak ada tabrakan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Jadi definisi kata haruslah dimasukkan sesuai jenisnya. Supaya tata bahasa ekplisit dengan aturan atau penarikan kesimpulan.
Kedudukan linguistik sebagai satu ilmu sosial karena yang menjadi obyek studinya ialah bagian tingkah laku manusia dalam berorganisasi dengan anggota kelompok bahasa, termasuk berbahasa pada diri sendiri, ekspresi spontan karena bahagia, sedih, jengkel dan berbicara pada binatang sekalipun.
b. Sistematik
Linguistik sebagai ilmu harus sistematik sebab bahasa itu sendiri adalah sistem. Seperangkat aturan akan sistematik apabila ada pengelompokan ini pun haruslah konsisten atau ajeg. Wujud keajegan dalam penyelidikan bahasa adalah sangat penting sekali.
c. Obyektif
Memiliki makna memberikan sesuatu apa adanya, bebas dari perasaan dan pertimbangan pribadi, yakni wujud sebenarnya yang hakiki. Obyektif dalam linguistik juga berarti keterbukaan dalam menganalisis bersifat kritis dan tidak apriori terhadap hipotesa sampai terbukti kebenarannya.

3. Keilmuan Linguistik
Terdapat tiga tahap perkembangan keilmuan linguistik, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap spekulasi yakni mengenai cara mengambil kesimpulan yang dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu. Empiris menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti berdasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan.
Contohnya: Ketika di dalam kereta api, kemudian melihat ke luar jendela, maka akan tampak berjalan berlari-lari, padahal tidak. Yang berjalan adalah kereta api yang sedang kita tumpangi, pepohonan itu tetap diam.
b. Tahap observasi dan klasifikasi. Tahap ini peneliti mengumpulkan fakta bahasa dengan meneliti tanpa teori atau kesimpulan apapun.
c. Tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan pertanyaan berdasarkan empiris.

4. Pembidangan Linguistik
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan atau yang biasa kita sebut subdisiplin.
a. Berdasarkan objek kajiannya, linguistik umum dan linguistik khusus
Linguistik umum adalah usaha mengkaji kaidah bahasa secara umum, pernyataan teoretis yang dihasilkan akan menyangkut bahasa pada umumnya. Sedangkan linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia, atau bahasa Jawa.
b. Berdasarkan objek kajiannya, linguistik sinkronik dan linguistik diakronik
Linguistik sinkronik mengkaji bahasa pada masa yang terbatas, misalnya mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan. Biasanya linguistik sinkronik disebut juga linguistik deskriptif, karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada masa tertentu. Sedangkan linguistik diakronik mengkaji bahasa pada masa tidak terbatas, bisa sejak awal kelahiran bahasa sampai punahnya zaman bahasa.
c. Berdasarkan objek kajiannya, linguistik mikro dan linguistik makro
Linguistik mikro mengarahkannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu pada umumnya. Linguistik mikro terdapat subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan leksikologi. Sedangkan, linguistik makro merupakan penyelidikan bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor diluar bahasa, maka subdisiplin linguistik makro itu pun menjadi sangat banyak.
d. Berdasarkan tujuannya, linguistik teoretis dan linguistik terapan
Linguistik teoretis berusaha menyelidiki terhadap bahasa atau terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berbeda diluar bahasa hanya untuk menemukan kaidah yang berlaku dalam objek kajian tersebut. Sedangkan linguistik terapan berhubungan dengan faktor diluar bahasa untuk kepentingan memecahkan masalah secara praktis yang terdapat di dalam masyarakat.
e. Berdasarkan aliran atau teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik generatif semantik, linguistik relasional dan linguistik sistemik.

5. Manfaat Linguistik
Seorang yang ahli dalam bidang linguistik disebut linguis. Maaf bagi linguis sendiri ialah sangat membantu dalam menyelesaikan tugasnya.
• Bagi peneliti, kritikus dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra lebih baik.
• Bagi guru bahasa untuk menerangkan kaidah-kaidah bahasa yang benar, mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
• Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenan dengan morfologi, sintaksis dan sistematik.
• Bagi penyusun kamus (leksikografer) menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam penyelesaian tugasnya.
• Bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan memberi tuntutan bagi penyusun teks dalam menyusun kalimat yang tepat.
• Bagi para negarawan atau politikus.
- Memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan secara lisan dia harus menguasai bahasa yang baik.
- Harus menguasai masalah linguistik dan sosiolinguistik yang berkaitan dengan kemasyarakatan.
Dibagikan kepada publik