Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Sunday 25 February 2018

Teori Pendekatan Mimetik

A. Pengertian Teori Tokoh-Tokoh Teori Mimetik
Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Secara umum mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.
Pengertian mimetik menurut para ahli:
a. Plato Mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan.
b. Aritoteles Ia berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya.
c. Raverzt Berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji karya sastra yang berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan.
d. Abrams Mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
e. Lewis mengungkapkan pendekatan ini memandang seni sebagai tiruan dari aspek-aspek realitas, dari gagasan-gagasan eksternal dan abadi, dari pola-pola bunyi, pandangan, gerakan, atau bentuk yang muncul secara terus menerus dan tidak pernah berubah
f. Rohrberger dan Woods, 1971:9 memandang pendekatan mimetik sebagai pendekatan historis-sosiologis. Katanya: “pendekatan sosiologis-historis menyarankan kepada pendekatan yang menempatkan karya yang sebenarnya dalam hubungannya dengan peradaban yang menghasilkannya. Peradaban di sini dapat didefisikan sebagai sikap-sikap dan tindakan-tindakan kelompok masyarakat tertentu dan memperlihatkan bahwa sastra mewadahi sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka sebagai persolan pokoknya”.

Jadi dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori mimetik yakni pendekatan kajian sastra karangan penulis yang meniru pada kehidupan realita (nyata) dapat berupa konflik sosial, budaya maupun politik. Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan.Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya.
Adapun fungsi mimetik ialah memberikan pendidikan ajaran moral kepada pembaca, agama dan fungsi sosial.

B. Konseptual dan Metodologis Pendekatan Mimesis
Melalui penjabaran di atas, dapat diketahui secara konseptual dan metodologis bahwa pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:
1. Produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis,
2. Pepresentasi kenyataan semesta secara fiksional,
3. Produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
4. Produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.

C. Contoh-contoh Karya Mimetik
1. Pendekatan mimetik pada novel “Surat Kecil untuk Tuhan” Karya Agnes Davonar
Disusun bedasarkan sistematika pembahasan aspek sosial terhadap kehidupan nyata, salah satunya yakni ada seorang anak yang menghina keadaannya.
Dalam novel tersebut menggambarkan keadaan Keke seperti dia mempunyai wajah seperti monster. Ketika Keke mau ke toilet dia melihat anak kecil sedang bermain sendirian, Keke langsung menghampirinya. Hal itu digambarkan dalam penggalan novel berikut. “Hi adik kecil, kok sendirian? Kabur dari kelas ya? Hehehehe...” (Agnes Davonar, 2012:55)
Ketika Keke mau menyentuh pipi anak yang manis dan imut itu, namun anak itu ketakutan. Lalu anak kecil itu malah lari ke kantin dan mendapati ibunya. Anak kecil itu memeluk ibunya dan menghina Keke. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Mama, wajah kakak itu mengapa? Kok serem sekali seperti moster.” (Agnes Davonar, 2012:55)
Perihal tokoh Keke dalam novel “Surat Kecil untuk Tuhan” karya Agnes Davonar tidak hanya terjadi di dalam novel saja. Tapi di dalam dunia nyata juga ada dalam sosialisasi. Sebagai contoh bila ada orang yang sakit catat dirinya, maka yang sakit itu akan di hina oleh lain. Padahal orang yang menghina itu belum tentu sempurna dan mempunyai kelebihan.
2. Pendekatan mimetik pada novel “Untaian Tasbih Cinta” Karya Roidah
Menceritakan seorang perempuan yang bernama Zahra merantau menuju ranah Minangkabau di Sumatera Barat yang memiliki nilai budaya tata krama rimba yang dinamakan nyemendo yang dijelaskan oleh penulis, yakni. Selama masa nyemendo, seorang bujang rimba tidak boleh bertemu langsung dengan calonnya, tanpaorang lain menyertai. Walaupun masa nyamendo bisa dibilang masanya pedekate sebelum menikah. Jangan harap calon penganten bisa berdua-duaan, bergandeng tangan, atau apalah istilah moderennya seperti muda-mudi sekarang ini di luar rimba. “Meroboh halom nan mumpayoi. ” Ucap Laman Senjo. Yang secara logika maksudnya pergaulan bebas muda-mudi akan bertentangan dengan adat Suku Kubu. (Roidah, 2009:81)
Jika ditilik dari segi budaya, nyemendo dalam adat Sunda biasanya disebut dipingit masih saja dipergunakan dalam kehidupan masyarakat. Karena ada tradisi yang harus dilaksanakan untuk kelancaran sebelum menikah.
3. Puisi Karangan Bunga Karya Taufiq Ismail
KARANGAN BUNGA
(Taufiq Ismail)

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi
Karya : Taufiq Ismail, Tirani, 1966

Puisi tersebut mengisahkan pernyataan kesedihan tiga anak kecil, sesuai dengan pendekatan mimetik yang menggambarkan tiruan kehidupan nyata, terdapat pada bait.
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Karena setiap bunga yang dibalut dengan pita hitam pasti menandakan kesedihan yang mendalam, dalam kehidupan sosial dapat diartikan empati ketiga anak kecil kepada kakak. Terlebih lagi puisi Taufiq Ismail yang ditulis pada tahun 1966, tepat pada saat itu terjadi tragedi Trisakti yang menewaskan Arif Rahman Hakim.

4. Cerpen Centang Melulu Karya Dira Ariza dalam antologi cerpen Beat The World
Tiruan kehidupan sosial atas dengan sosial bawah, Faiz seorang yang sederhana bertemu dengan Chiko yang berstatus tiggi memberikan keirian sosial dalam benak Faiz. Berikut kutipan penjelasan penulis.
Gue dan Choki ngobrol-ngobrol selama di jalan menuju kelas, akhirnya gue punya teman dan gue rasa dia kaya. Gue perhatiin dari mulai seragam sampai sepatunya semua pake barang bermerk. Bau badannya kaya minyak wangi yang di tv dan sepatunya ada ciri khasnya, yaitu CENTANG. Itulah yang gue itung dari tadi, sepatu yang ada tanda centangnya. Ya sepatu Nike, emang lagi booming banget sih di mana-mana termasuk di sekolah gue. (Dira Ariza, 2015:8)
Cerpen tersebut menjelaskan kehidupan nyata yang masih saja membedakan status dengan pakaian yang dikenakan. Hal ini diperjelas dengan adanya dialog antar tokoh.
“Sepatu lu bagus banget.” Puji gue ke Choki
“Masa? Biasa aja.”
“Ada tanda centangnya bikin keren.” Jawab gue (Dira Ariza, 2015:9).
Tokoh Faiz menilai temannya Choki anak seorang yang kaya. Akan tetapi terlihat dari dialog jawaban Choki yang tidak mempersalahkannya. Mencerminkan prasangka seseorang.
5. Naksah drama Tanah Perempuan Karya Helvy Tiana Rosa
Tokoh utama dialamnya yakni Safiah Cut Keumala atau biasa dipanggil Mala, dia seorang istri, ibu dan guru sejarah. Nama lengkapnya diambil dari nama Safiatuddin Syah, Cut Nyak Dien dan Laksamana Keumalahayati, tiga tokoh perempuan pejuang Aceh. Mala tinggal bersama suaminya Majid dan anak mereka Agam dibesarkan dikeluarga Abu (Harun), Mak (Hafsah), Ma’e kakaknya serta adiknya Iman. Kepedihan mereka berawal dari Ma’e yang hilang akibat DOM (Daerah Operasi Militer). Tak lama kemudian Abu tewas ditembak oleh orang yang tak dikenal di depan rumah mereka. Sehingga suaminya Majid sebagai pengganti kepala keluarga harus melindungi anggota keluarganya, sedangkan Majid adiknya menginginkan pindah.
IMRAN:
Memang tak ada jalan lain, Cut Kak. Kita bukan saja harus meninggalkan rumah ini, tapi harus meninggalkan Aceh. Firasat lon mengakatan semakin lama kita disini, akan semakin banyak kemalangan dan kepedihan yang menimpa kita!

MALA:
(Menggeleng) Tidak. Lon tak mau pergi. Ini tanah kelahiran kita, tempat kita dibesarkan dan dikuburkan. Kita dibesarkan dan dikuburkan. Kita tak bisa pergi meninggalkan begitu saja, Adoe.

Sosok Imran sesuai dengan penekatan mimetik, banyak orang yang lupa akan tanah kelahirannya sendiri. Seperti pepatah mengatakan kacang lupa kulitnya, sedangkan Mala yang berusaha menasehati sebagai sosok sang kakak yang sayang kepada adiknya.

No comments:

Post a Comment