CATATAN
KAKI DAN BIBLIOGRAFI
A. Catatan Kaki
1. Pengertian
Catatan kaki adalah
keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman
karangan yang bersangkutan. Bila keterangan semacam itu ditempatkan pada akhir
bab atau karangan, maka catatan atau keterangan semacam itu disebut keterangan.
Catatan kaki bukan semata-mata merujuk sumber tembat terdapatnya sebuah
kutipan, tetapi dapat juga dipakai untuk memberi keterangan-keterangan lainnya
terhadap teks. Sebab itu catatan kaki dan bagian dari teks yang akan diberi
penjelasan itu terdapat suatu hubungan yang sangat erat.
Hubungan antara catatan kaki dan teks yang
itu biasanya dinyatan nomor-nomor penunjukan yang sama, baik yang terdapat
dalam teks maupun yang terdapat dalam catatan kaki itu sendiri. Selain dari
itu, dapat mempergunakan tanda asterik
atau tanda bintang [*] dan tanda salib pada halaman yang bersangkutan.
2. Tujuan
a. Untuk
menyusun pembuktian
Pembuktian itu dapat dibeberkan dalam
teks, dapat pula dimasukkan dalam catatan kaki, atau kedua-keduanya. Sebab
referensi atau penunjukan dalam catatan kaki itu dimaksudkan untuk menunjukkan
tempat atau sumber dimana suatu kebenaran telah dibuktikan oleh orang lain.
b. Menyatakan
utang budi
Sebuah catatan kaki wajib dibuat untuk
setiap dalil, pernyataan yang penting
atau bagai setiap kesumpulan yang dipinjam dari pengarang lain, entah
kutipan langsung maupun kutipan tak langsung. Dengan menyebut pengarang yang
dikutip pendapat itu, sekurang-kurangnya kita telah menyatakan utang budi kita
kepadanya.
c. Menyampaikan
keterangan tambahan
Catatan kaki mentampaikan keterangan
tambahan untuk memperkuat uraian di luar persoalan atau garis-garis yang
diperkenankan oleh laju teks, dapat terbentuk:
1)
Menyampaikan inti atau sari sebuah fragmen yang dipinjam
2)
Menyampaikan uraian teksnis, keterangan incidental atau materi yang memperjelas
teks
3) Menyampaikan materi-materi penjelas yang
kurang penting, seperti perbaikan atau pandangan-pandangan lain yang
bertentangan.
d. Merujuk
bagian lain dari teks
Dalam hal ini, penulis misalnya memberi
catatan untuk melihat atau memeriksa uraian pada halaman atau bab lain
sebelumnya yang akan diuraikan kembali. Begitu pula penunjukan kepada Apendiks
atau lampiran harus melalui catatan kaki. Untuk maksud ini sering dijumpai
singkatan-singkatan seperti: cf. atau
conf. yang berarti membandingkan dengan, ut supra yang berarti seperti diatas, infra yang berarti dibawah, dan
sebagainya.
3. Prinsip membuat
catatan kaki
Untuk membuat sebuah catatan kaki,
perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut:
a.
Hubungan catatan kaki dan teks
Dapat dinyatakan dengan
mempergunakan nomor urut penunjukan baik yang dapat dalam teks maupun yang
terdapat pada catatan kaki. Baik nomor penunjuk dalam teks maupun nomor
penunjukan pada catatan kaki selalu ditempatkan agak ke atas setengah spasi
dari teks.
b.
Nomor urut penunjukan
Pemakaian
nomor urut yang berlaku untuk tiap bab atau yang berlaku untuk seluruh karangan,
masing-masing mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri. Bila nomor urut penunjukan
hanya berlaku untuk tiap bab, maka konsekuensi yang pertama ialah tiap bab
selalu dimulai dengan nomor urut 1 untuk catatan yang pertama. Namun,
sebaliknya apabila nomor penunjukan itu berlaku untuk seluruh karangan, maka
penunjukan sumber secara lengkap hanya dipergunakan untuk penyebutan yang
pertama kali.
c.
Teknik pembuatan catatan kaki
Untuk
sebuah naskah yang diketik, penempatan catatan kaki meminta pula
persyaratan-persyaratan teknis tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
-
Harus disediakan ruang atau tempat
secukupnya pada kaki halamat tersebut sehingga margin bawah tidak boleh lebih
sempit dari 3 cm.
-
Sesudah baris terakhir dari teks, dalam
jarak 3 spasi harus dibuat sebuah garis dari margin sepanjang 15 ketikan.
-
Dalam jarak dua spasi dari garis itu,
dalam jarak 5-7 ketikan dari margin kiri diketik nomor pernunjukkan.
-
Setengah spasi kebawah mulai diketik
baris pertama dari catatan kaki.
-
Jarak antar baris dalam catatan kaki
adalah spasi baris rapat
-
Baris kedua dari tiap catatan kaki
selalu dimulai dari margin kiri.
4.
Jenis catatan kaki
a)
Penunjukan sumber (referensi)
Macam
catatan kaki yang pertama adalah menunjuk sumber tempat sumber kutipan
terdapat. Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai referensi. Referensi
itu harus dibuat oleh penulis bila:
1. Mempergunakan sebuah kutipan langsung
2. Mempergunakan sebuah kutipan tak
langsung
3. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri
apa yang telah dibaca
4. Meminjam sebuah tabel, peta atau
diagram dari suatu sumber
5. Menyusun sebuah diagram berdasarkan
data-data yang diperoleh dari suatu sumber
b)
Catatan Penjelas
Menerangkan
dan memberi komentar terhadap suatu pernyataan atau pendapat yang di muat dalam
teks. Penjelasan ini harus dibuat dalam catatan kaki, dan tidak dimasukkan
dalam teks karena mengganggu jalannya uraian dalam teks itu.
c)
Gabungan Sumber dan Penjelas
Sumber
dimana dapat diperoleh bahan-bahan dalam teks dan kedua memberi komentar atau
penjelasan seperlunya tentang pendapat atau pernyataan yang dikutip tersebut
yang hubungannya dengan sumber itu.
5.
Unsur-unsur referensi
a. Pengarang: Nama dalam pengarang dalam catatan
kaki dicantumkan sesuai dengan urutan biasa yaitu gelar, nama kecil, nama
keluarga. Misalnya: Prof. Dr. Muhammad Thalib.
Apabila
terdapat lebih dari satu pengarang, maka cukup dicantumkan nama pertama
sedangkan nama-nama lain digantikan dengan singkatan et al (dan lain-lain).
b. Judul: Setelah catatan kaki pertama, maka pada
penyebutan kedua dicantumkan judul buku. Misalnya Thalib. Kemakmuran, hal.76.
c. Data Publikasi: Dalam referensi ditempatkan data
publikasi berupa tempat penerbit dan tahun terbit dalam tanda kurung dan
dipisahkan dengan sebuah koma, misalnya: (Jakarta, 1973).
d. Jilid dan nomor halaman: Jika sebuah buku terdiri
dari beberapa jilid, maka dicankumkan nomor jilid dengan singkatan (hal.)
Misalnya, MISI, 1 (April, 1963) hal. 47 – 58.
6.
Cara membuat catatan kaki
Cara
membuat catatan kaki mempunyai hubungan pula dengan teks pada halaman yang
sama, titik-titik berspasi yang mendahului dan mengikuti contoh teks berarti
ada lebih dari satu alinea yang dihilangkan sebelum dan sesudah teks yang
dikutip tersebut.
a. Referensi kepada buku dengan seorang
pengarang
F.
Greabner, Etnologie in die Kultur der Gegenwan (Leipzig, 1923), hal. 544.
Dengan memperhatikan nama lengkap
pengarang dan judul buku dipergunakan tanda koma. Antara judul dan data
publikasi tidak ada titik atau koma, tahun penerbit berada didalam kurung.
b. Referensi kepada buku dengan dua atau
tiga pengarang
L.
Gottschalk, C. Kluckhohn, R. Angell, The Use of Personal document in History,
Antropology and Sociology (New York: Social Science Research Council, 1945),
hal. 82 – 173.
Perhatikan nama penerbit dimasukkan,
sebab itu antara nama dan tempat dan penerbit diberi titik dua.
c. Referensi kepada buku dengan banyak
pengarang
Alton
C. Morris, et al., College English, the first year (New York, 1964), hal. 51 –
56.
Perhatikan hanya nama pengarang pertama
yang disebut sedangkan yang lainnya et al dan judul diberi pemisah koma.
d. Kalau edisi berikutnya megalami
perubahan
H.
A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics (rev. ed.; New York,
1961), hal. 56.
Terdapat keterangan tentang ulang-cetak
atau edisi diperbaharui diletakkan didalam kurung. Antara tempat penerbit dan
keterangan tentang ulang-cetak diberi tanda pemisah berupa titik koma.
e. Buku yang terdiri dari dua jilid atau
lebih
A.
H. Lightstone, Concepts of Calculus (Vol. I; New York: Harper & Row. 1966),
hal. 75.
Keterangan nomor jilid ditempatkan dalam
kurung dan nomor jilid selalu dengan angka nomor halaman dengan angka.
f. Sebuah edisi dari karya seorang
pengarang atau lebih
Lukman
Ali, ed., Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin Manusia Baru
(Djakarta, 1967), hal. 84-85.
atau
Harimurti
Kridalaksana, “Pembentukan istilah Indonesia, sebagai Ilmiah dalam Bahasa
Indonesia.” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin Manusia
Indonesia Baru, ed. Luman Ali (Djakarta, 1967), hal. 84-85.
Bila nama editor didahulukan, maka nama
pengarang dicantumkan dahulu, sedangkan sebaliknya nama pengarang didahulukan
maka harus disingkat ed. dan nama editornya.
g. Sebuah Terjemahan
Multitatuli,
Max Havelar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda, terj. H. B. Jassin
(Djakarta, 1972), hal. 50.
Nama pengarang didahulukan dengan
keterangan tentang penerjemah ditempatkan sesudah judul buku dipisahkan oleh
sebuah tanda koma.
h. Artikel dalam sebuah antologi
David
Riesman, “Charter and Society,” Toward Liberal Education, eds. Louis G. Locke,
William M. Gibson and George Arms (New York, 1962), hal. 572-573.
Judul artikel dan judul buku harus
dimasukkan, begitu pula nama penulis dan editornya harus dimasukkan.
i. Tesis dan Disertasi yang belum
diterbitkan
Tesis,
disertasi atau skripsi merupakan tulisan ilmiah yang biasanya belum diterbitkan
dan masih tersimpan dalam perpustakaan Universitas atau Fakultas. Walaupun
begitu, bahan-bahan tersebut sangat berharga bagi tulisan-tulisan ilmiah, sebab
itu sering dipergunakan.
Jos.
Dan. Parera, “Fonologi Bahasa Gorontalo” (Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, Jakarta, 1964), hal. 30.
Nama fakultas atau universitas
ditempatkan dalam kurung langsung sesudah judul, tanpa koma.
j. Referensi dan catatan penjelas
Jenis
catatan unu menunjukkan kepada sebuah sumber ditambah penjelasan atau
komentar-komentar.
Mallinckrodt,
Het Adatrecht van Borneo (Leiden: M. Dubbeldeman, 1928), I. 50. Demikianlah Mallinckrodt memberi pengertian yang lain sama
sekali kepada istilah magie, daripada misalnya J. G. Frazer atau sebagaian
besar daripada sarjana ilmu anthropologi-budanya akan mengartikannya.
7.
Singkatan-singkatan
Ibid.
Singkatan dari tempat yang sama. Biasanya dipergunakan bila catatan kaki yang
berikut menunjuk kepada karya atau artikel yang telah disebut dalam catatan
nomor sebelumnya Op. Cit. Singkatan ini berarti pada Karya yang telah dikutip.
Yang dipergunakan bila catatan itu menunjuk kembali kepada sumber yang telah
disebut lebih dahulu, tetapi diselingi oleh sumber lain. Loc. Cit. Singkatan
ini berarti pada tempat yang telah dikutip. Dipakai untuk menyebut atau
menunjuk kepada sebuah artikel majalah, harian atau ensiklopedi yang telah
disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh sumber lain. Disamping
singkatan-singkatan tersebut, ada pula singkatan lainnya yang perlu diketahui
karena biasa dipergunakan dalam naskah-naskah buku.
supra: diatas, sudah terdapat lebih dulu
pada teks yang sama
infra: dibawah, lihat pada artikel atau
karangan yang sama dibawah
c. atau ca: singkatan circa yang berarti
kira-kira atau sekitar; dipakai untuk menunjukkan tahun
Cap atau Chap: singkatan dari Caput
(latin) yang berarti bab.
Ed. : singkatan dari editor (penyunting)
et. al.: singkatan dari et alii yang berarti dan
lain-lain, dinyatakan atau menggantikan pengarang-pengarang yang tidak disebut
namanya.
Et seq. atau et seqq: singkatan dari et sequentes
yang berarti dan halaman-halaman berikutnya. Misalnya: hal. 205 et seq. berarti
halaman 205 dan 206; hal. 205 et seqq. Berarti halaman 205, 206 dan 207 dan
seterusnya.
Ms.: Manuscript atau naskah menurut arti kattanya
berarti tulis tangan, karena dahulu memang semua naskah ditulis dengan tangan.
Passim: tersebar di sana-sini. Dipakai untuk
menyatakan bahwa bahan yang dipergunakan atau dimaksud tersebar pada suatu
majalah tertentu
Ser.: Seri
[Sic!]: dipergunakan untuk menunjukkan bahwa suatu
kesalahan tertentu terdapat dalam naskah aslinya, dan bahwa kutipan itu diambil
tepat seperti itu.
Cf. atau conf: confer berarti bandingkan
Vol.: volume atau jilid.
8.
Penerapan catatan kaki dan singkatan
Semua catatan kaki sebetulnya tersebar pada
halaman-halaman yang berlainan, namun semuanya termasuk dalam kesatuan nomor
urut dalam sebuah bab.
1 Edgar Sturtevant, An Introduction to
Liuistict Science (New Haven, 1947), hal. 20 et seq.
2 Ibid.
3 Ibid. hal. 30
4 Richard Pittman “Nauhtal Honorifics,”
International Journal of American Liguistics, XI (April, 1950), 374 et seqq.
5 H. A. Gleason, An Introduction to
Descriptive Liguistics, (Rev. ed. ; New York and Wiston, 1961), hal. 51-52.
6 Ibid.
7 Ibid. hal. 56
8 Sturtevant, Op. Cit., hal. 42 et Seq.
Referensi kedua dan ketiga menunjuk kembali kepada
referensi pertama yang mempunyai nomor urut berurutan, maka cukup dipergunakan
Ibid. Demikian pula referensi ke enam dan ketujuh yang menunjuk kembali pada
referensi nomor lima.
B.
BIBLIOGRAFI
1.
Pengertian Bibliografi
Bibliografi
atau daftar kepustakaann adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel
dan bahan-bahan penerbitan lainnya, yang mempunyai pertalian dengan sebuah
karangan atau sebagian dari karangan yang tengah digarap. Melaui daftar
keputakaan yang disertakan pada akhir tulisan itu, para sarjana atau
cendekiawan dapat melihat kembali kepada sumber aslinya. Penulisan bibliografi dipergunakan
untuk mengumpulkan data-data itu (yaitu mempergunakan kartu tik yang berukuran
10 cm X 12,5 cm). Dengan demikian pada saat
terakhir, ketika penulis siap dengan naskahnya dan saat ia ingin menyusun
daftas Bibliografi atau daftar kepustakaan sebagai salah satu syarat yang
mutlak dalam kelengkapan suatu karya ilmiah.
LEHMANN,
WINFRED P.
Historical Linguistics, An
Introduction
New
York: Holt, Rinehart, and Winston 19664.
297
halaman.
Linguistik
Bandingan
|
2.
Fungsi Bibliografi
Referensi
pada catatan kaki dipergunakan untuk menunjuk kepada sumber dari pernyataan
atau ucapan yang dipergunakan dalam teks. Referensi itu harus menunjuk dengan
tepat tempat, dimana pembaca dapat menemukan pernyataan atau ucapan itu.
Sebaliknya bibliografi memberikan deskripsi yang penting tentang buku, majalah,
harian itu secara keseluruhan. Karena seorang pembaca ingin mengetahui lebih
lanjut tentang referensi yang terdapat pada catatan kaki, maka ia dapat
mencarinya dalam bibliografi.
3.
Unsur-unsur Bibliografi
Pokok
paling penting yang harus dimasukkan dalam sebuah bibliografi adalah sebagai
berikut:
a.
Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap
b.
Judul Buku, termasuk judul tambanhannya
c.
Data Publikasi: penerbit, tempat penerbit, tahun terbit, cetakan keberapa,
nomor jilid dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut
d.
Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang bersangkutan, nama
majalah, jilid, nomor dan tahun.
Bila
daftar bibliografinya cukup panjang, biasanya dibuat daftar berdasarkan
klasifikasinya. Ada yang memberdasarkan daftar yang hanya memuat buku, artikel
majalah, artikel ensiklopedia, harian dan sebagainya. Apabila karangan tidak
terlalu panjang, misalnya skripsi, maka cukup dibuat sebuah daftar bibliografi
pada akhir karangan itu. Tetapi jika bukunya sangat tebal, serta dapat
diusahakan sebuah bibliografi untuk tiap bab.
4.
Bentuk Bibliografi
Cara
menyusun bibliografi untuk buku agak berlainan dari majalah dan majalah pula
berlainan dengan harian, serta semuanya berbeda-beda pula dengan menyusun
bibliografi yang terdiri dari manuskrip-manuskrip yang belum diterbitkan,
seperti tesis dan disertasi. Ada tiga hal penting yang selalu harus dicantumkan
yaitu: pengarang, judul dan data-data publikasi.
Bibliografi
disusun menurut urutan alfabetis dari nama pengarangnya, susunannya: nama
keluarga, nama kecil, lalu gelar-gelar jika ada. Bila pengarang ada dua karya
atau lebih ditulis oleh pengarang yang sama, maka pengulangan namanya dapat
ditiadakan dengan menggantikannya dengan sebuah garis panjang, sepanjang lima
atau tujuh ketikan yang disusul dengan sebuah titik.
a) Dengan seorang pengarang
Hockett, Charles F. A Course in Modern Linguistics. New York: The MacMillan Company,
1963.
Nama keluarga (Hockett) terlebih dahulu, baru nama kecil
(Charles F.), kemudian gelar-gelar. Jika buku itu disusun oleh komisi atau
lembaga, maka nama komisi atau lembaga tersebut menggantikan nama pengarang. Judul
di tulis miring, urutan publikasi adalah: tempat publikasi, penerbit buku dan
penanggalan. Perhatikan tanda titik setelah nama pengarang, sesudah judul buku,
sesudah data publikasi. Dan juga penggunaan tanda titik dua setelah tempat
penerbit.
b) Buku dengan dua atau tiga pengarang
Oliver, Robert T., and Rupert L. Cortright. New Traning for Effective Speech. New
York: Henry Holt and Company, Inc., 1958.
Nama pengarang kedua
dan ketiga tidak dibalikkan dan urutan nama pengarang harus sesuai dengan apa
yang tercantum pada halaman buku.
c) Edisi berikutnya mengalami perubahan
Gleason, H.A. An Introduction to Descriptive
Linguistics, Rev. ed. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1961.
Jika buku itu mengalami
perubahan dalam edisi-edisi berikutnya, maka biasanya ditambahkan keterangan
rev. ed. (revised edition = edisi yang diperbaiki) dibelakang judul tersebut.
d) Sebuah buku terjemahan
Multatuli. Max Havelar, atau Lelang Kopi Persekutuan
Dagang Belanda, terj. H. B. Jassin, Jakarta: Djambatan, 1972.
Nama pengarang asli
yang diurutkan dalam urutan alfabetis, serta keterangan tentang penerjemah
ditempatkan sesudah judul buku, dipisahkan dengan sebuah tanda koma.
e) Artikel Majalah
Soebadio, Ny. H. “Penggunaan Bahasa Sansekerta dalam
Pembentukan Istilah Baru,” Majalah ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I (April, 1963),
47-58.
Judul artikel dan judul
majalah dipisahkan, tidak ada tempat publikasi dan penerbit tetapi harus
ditantumkan nomor jilid, tanggal dan nomor halaman. Cara yang paling populer
mempergunakan angka Romawi untuk nomor
jilid, dan angka Arab untuk nomor jilid dan halaman.
f) Tesis dan Disertasi yang belum
diterbitkan
Parera, Jos. Dan. “Fonologi Bahasa Gorontalo.”
Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 1964.
Skripsi, tesis atau disertasi
yang belum diterbitkan diperlakukan sebagai artikel. Sebab itu judulnya
ditempatkan dalam tanda kutip. Walaupun tidak ada penerbit, tetapi harus
dicantumkan juga data publikasinya berupa nama Fakultas dan Universitas, temoat
dan tahun pembuatan karya ilmiah itu.
5.
Macam-macam Bibliografi
Bibliografi
disusun dengan mempergunakan karya ilmiah itu, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misalnya:
a. Buku-buku dasar: buku yang dipergunakan sebagai
bahan orientasi umum mengenai pokok yang digarap itu.
b. Buku-buku khusus: buku yang dipakai oleh penulis
untuk mencari bahan-bahan yang langsung berkaitan dengan pokok persoalan yang
digarap.
c. Buku-buku pelengkap: buku yang topiknya lain dari
topic yang digarap penulis, namun dalam beberapa hal buku-buku itu bisa memberi
jalan keluar atau penerangan yang lebih mendalam mengenai suatu hal.
Untuk
menggambarkan perbedaan ketiga jenis bibliografi tersebut, dapat dikemukakan
seorang penulis menyelidiki secara mendalam Intonasi Bahasa Jawa. Karena persoalan
intonasi adalah bidang linguistik umum. Sebaliknya, sebagai buku khusus ia akan
mencari semua artikel yang khusus membicarakan fonetik dan fonemik.
6. Penyusunan Bibliografi
Untuk
menyusun sebuah daftar yang final perlu diperhatikan terlebih dahulu hal-hal
berikut:
·
Nama pengarang diurutkan menurut urutan
alphabet. Nama yang dipakai dalam urutan itu adalah Nama Keluarga.
·
Bila tidak ada pengarang, maka judul
buku atau artikel yang dimasukkan dalam urutan alphabet. Perhatikan bahwa
kata-kata sandang dalam bahasa-bahasa Barat tidak diperhitungkan untuk
penyusunan ini.
·
Jika untuk seorang pengarang terdapat
lebih dari satu bahasa referensi, maka untuk referensi yang kedua dan
seterusnya, nama pengarang tidak perlu diikut-ikutkan, tetapi diganti dengan
garis sepanjang 5 atau 7 ketikan.
·
Jarak antara baris dengan baris untuk
satu referensi adalah satu spasi. Tetapi jarak antara dengan pokok dengan pokok
yang lain adalah dua spasi.
·
Baris pertama dimulai dari margin kiri.
Baris kedua dan seterusnya dari tiap pokok harus dimasukkan ke dalam sebanyak 3
atau 4 ketikan.
A. Cara Pertama
BIBLIOGRAFI
Bloomfield, Leonard. Language. London: George Allen & Unwin Ltd., 1962.
Bolgar, Robert Ralph. “Rhetoric,” Encyclopedia Britannica. 1970, XIX, 257 – 260.
Bleason, H.A. An
Introduction to Descriptive Liguistics. Rev. ed. New York: Holt, Rinehart
and Wiston, 1961.
Gray, Giles Wilkeson. “American Modes of Speech,” Opinion and Attitudes. Rev. ed., Stewart,
ed. New York: Thomas Nelson and Sons, 1938. hal. 220 – 232.
.” A Speech Mechanism Hypothesis,” The
Quarterly Journal of Speech, 32: 892 – 906 (1936)
B. Cara yang Kedua
Bila
cara yang kedua inilah yang dipergunakan untuk menunjuk sumber yang berhubungan
dengan kutipan, maka cara menyusun bibliografi juga sebaiknya disesuaikan
dengan cara tersebut. Dalam hal ini tahun terbit tidak ditempatkan bersama-sama
dengan data publikasi lainnya, tetapi akan ditempatkan didepan sesudah nama
pengarang.
BIBLIOGRAFI
Allen, W.S 1951. “Phonetics and Comparative
Linguistics,” Archivum Linguisticum, 3: 126 – 136.
Anttila, Raimo. 1968. “The Relation between Internal
Reconstruction and the comparative Method,” Ural-Altaische Jahrbücher, 40: 159
– 173.
. 1969a. Uusimman äänehistorian suunnasta ja
luonteesta. Publications of the Phonetics Departement of the University of
Turki, 5 (August).
. 1969b.
Proto-Indo-European schwebeablaut. University of California Publications in
Linguistics, 58. Berkeley and Los Angeles.
Bloch, Bernard. 1948. “A Set of Postulates for
Phonemic Analyses,” Language, 24: 3 – 46.
Perhatikan
1) Susunan unsur bibliografi: Nama pengarang
(dibalik), tahun terbit, judul buku dan data publikasi yang lain.
2) Bila ada dua atau lebih dari seorang yang
dimasukkan dalam bibliografi, maka karangan itu disusun menurut tahun
terbitnya.
3) Bila ada dua karangan atau lebih dari seorang
pengarang diterbitkan dalam tahun yang sama, maka dibelakang tahun terbitnya
diberi nomor urut a, b, c dan seterusnya.
Daftar Pustaka
Keraf, Gorys.
(1979). Komposisi. Jakarta: Penerbit
Nusa Indah.
No comments:
Post a Comment