Judul : Anak Rantau
Penulis : Ahmad Fuadi
Penerbit : Falcon Publishing
Tahun Penerbit : 2017
Jumlah Halaman : 370
Sinopsis
Donwori bihepi atau
Hepi, anak laki-laki Jakarta yang tinggal bersama ayahnya
Martiaz dan kakaknya Dora. Ibunya meninggal setengah jam setelah melahirkan
Hepi. Hepi anak yang pintar, cerdas, suka membaca dan pemberani namun
kelakuannya yang tidak disiplin dan nakal, kelakuan Hepi yang seperti ini
disebabkan karena kurangnya kasih sayang dan pantauan Martiaz selama ini. Cerita ini
berawal dari pembagian rapor di sekolah Hepi yang mana pada saat itu ayah Hepi
tengah megambil rapor ujian semester anaknya dan ia menemukan bahwa rapor itu
kosong tanpa nilai segorespun melihat hal itu ayahnya geram sekali melihat Hepi
yang awalnya ia mengetahui anaknya adalah anak yang pintar dan cukup
berprestasi di sekolahnya namun kali ini apa yang ia dapatkan hanya rapor
kosong yang tak terlulis di dalamya nilai segorespun. Karena ulah anaknya ini
ia berencana untuk mengirim anaknya ke kampungnya di Sumatra Barat, dengan cara
mengajak anaknya liburan ke sana Hepi pun menyetujui ajakan ayahnya untuk
berlibur ke sana. Sesampainya ia dan ayahnya di sebuah kampung yang bernama
kampung Durian di salah satu daerah di Sumatra Barat ia menikmati liburanya di
sana dengan menikmati suasana pekampungan yang terletak di tepi danau Talago
sambil ayahnya menceitakan kenangan masa kecilnya di kampung itu.
Namun liburan
itu bukan hanya sekedar liburan bagi Hepi namun ia harus menerima paksaan
ayahnya untuk tinggal disana dan melanjutkan sekolahnya disana, setelah dua
minggu liburan dikampungnya Hepi ditinggalkan ayahnya untuk tinggal bersama
Kakek dan Neneknya dengan cara yang menyakitkan hati Hepi, ayahnya
meniggalkanpun tanpa memberitahukan alasan kepadanya dari peristiwa inilah ia
mulai membenci ayahnya dan bertekad untuk mengumpulkan uang sendiri dan akan
membeli tiket pesawat untuk balik ke Jakarta sendiri.
Mulai saat
itulah Hepi menjalani kehidupannya sebagai seorang anak dengan susananya sangat
beda dari Jakarta ia menjalani kehidupanya itu dengan perasaan yang kecewa dan
dendam dengan apa yang sudah dilakukan ayahnya kepada nya. Hingga Hepi bertemu
dua kawan yang menjadi sahabatnya yang bernama Attar dan Zen yang akan selalu
menemani hidup Hepi di kampung itu dengan bermain bersama dan sekolah bersama.
Dari dua orang temanya inilah Hepi mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan di
kampung yang belum pernah ia rasakan. Attar pandai
menembak dengan ketapel yang dimilikinya, sedangkan Zen sangat menyayangi
binatang dan menjunjung tinggi reputasi terbaiknya sebagai anak kampung. Mereka
bertiga bersekolah bersama, bermain bersama, mengurus surau bersama, hingga melakukan
petualangan-petualangan seru. Hepi dan dua temannya ini membentuk tim detektif
cilik. Mereka melakukan penyelidikan-penyelidikan
beberapa masalah yang terjadi di kampungnya hingga membawa mereka mengarungi
petualangan yang tidak biasa. Berpetualang mendatangi sarang jin yang berada di
loteng dibawah kubah surau dan akhirnya dijadikannya “sarang elang” tempat
mereka melakukan semua koordinasinya, menghadapi lelaki bermata harimau
“Pandeka Luko” pahlawan kebangsaan gila yang mengobati luka lamanya di rumah
usang yang tidak terjamah warga kampung.
Kehidupan
Hepi juga dipenuhi dengan ibadah-ibadah yang selalu ia lakukan karena Kakeknya
adalah seorang pengurus masjid yang berada di dekat rumah Kakeknya dan dari
Kakeknya jugalah Hepi belajar banyak tentang agama juga belajar azan dan
mengaji. Seperti anak-anak kampung biasanya Hepi mulai terbiasa dengan suasana
barunya disana dengan bermain dengan anak-anak disana setiap sorenya, namun
dibalik kesengannya itu ia masih berharap untuk pulang ke Jakarta. Kerena
ambisi itu ia gait mengumpulkan uang dengan bekerja dan menolong Kakekya
mengurusi masjid. Hepi juga bekerja di warung sudara ayahnya yang bernama Mak
tuo Ros, setiap pulang sekolah dan hari pekan Hepi selalu menolong Mak Tuo Ros
melayani pengunjung warungnya. Namun hasil yang ia dapatkan dari bekerja di
warung Mak Tuo Ros sangat kecil sekali ia meras akan lama sekali jika menunggu
tabunganya penuh untuk membeli tiket pulang ke Jakarta, kemudian ia mendengar
bahwa ada perantau dari Jakarta juga yang juga merupakan teman ayahnya yang
bernama Bang Lenon yang membuka bisnis kerajianan tangan di Kampung Tanjung
Durian. Hepipun tertarik untuk ikut bekerja dengan Bang Lenon. Iapun datang ke
tempat Bang Lenon dan mengatakan kepadanya bahwasanya ia ingin mencari uang
untuk pulang ke Jakarta, Bang Lenon pun menerimanya untuk bekerja disana dengan
tugas mengantarkan pesanan orang ke rumah-rumah. Tetapi ketika pesanan tersebut
tidak sampai pada pelanggan, Bang Lenon murka sehingga memecat Hapi.
Saat
Hepi hampir putus asa untuk mencari uang, ia berkunjung ke rumah hitam yang
konon didalamnya terdapat mesin pencetak uang. Hapi berkesempatan bertemu
dengan Pandeka Luko dia mengutarakan semua perasaan dan kesedihannya dan
berniat meminta bantuan Pandeka untuk mencetakkan uang untuknya, namun Pandeka
justru memberikan cerita-cerita berharga dan nasehat-nasehat didalamnya.
Pada suatu
hari kampung Tanjung Durian digegerkan dengan pencurian yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang misterius mecuri kambing, perhiasan, dan hewan ternak
lainya milik warga hingga mereka juga mencuri barang barang di surau milik
Kakeknya Hepi. Melihat hal ini Hepi dan kawan kawanya geram sekali dan
berencana untuk menjebak mereka dengan memancing mereka dengan dua ekor kambing
milik orang tua Zen. Malamnya pun mereka melancarkan aksinya mereka meletakan
kambing itu di batang mangga di dekat surau Gadang. Mereka mengintai pencuri
itu dari rumah Kakek Hepi yang tak jauh dari lokasi kambing tersebut. Hingga
tengah malam pencuri tersebut tak kunjung juga datang, setelah lama menunggu
akhirnya Hepi mendengar ada suara langkah kaki orang yang mendekati kambing
umpan itu. Ketika ia melihat kesana kambing itu sudah lenyap dengan cekatan
Hepi mengejar kambing itu. Tiba di simpang kampung Tanjung Durian Hepi berhasil
menangkap pencuri itu dan melawanya dengan jurus silat yang ia pernah pelajari.
Ketika ditanyai ternyata pencuri itu adalah Bang Noppen yang mana bekas
pembantu Kakek Hepi di Surau Gadang, dan ia mengaku kehabisan uang untuk
membeli narkoba karena ia sudah ketergantungan. Hepipun berpikir bahwa di
kampungnya sudah terjaring narkoba dan dia juga berniat untuk menyelidikinya.
Setelah
beberapa hari Hepi dan teman temanya menyelidiki kasus narkoba di kampungnya
ini ia pun mengetahui bahwasanya narkoba itu dijual oleh seseorang yang selalu
menggunakan perahu dan menjualnya ke para nelayan yang sedang beristirahat di
keramba ikan mereka. Hepi dan teman temanya mengikuti kemana perahu itu
bermuara dan ia pun mendapatkan bahwa orang itu tinggal di sebuah bangunan di
tengah hutan yanga sangat terpencil. Saat ingin memesuki bangunan itu ia
ditangkap oleh seseorang dan disekap di sebuah ruangan, dan ia mengetahui bahwa
yang memiliki usaha haram itu adalah bang Lenon dan ia dan teman temanya akan
dibunuh namun saat itu juga Kakeknya dan Pandeka Luko sebagai saudara dari
kakeknya datang menyelamatkanya Hepi dan temanya pun selamat.
Pendapatku
Novel ini cocok untuk dibaca sebagai bahan ajar, karena banyak hal yang dapat ditarik melalui pesan moralnya, pendidikan agama yang ditanamkan hingga perjuangan Hepi untuk pulang ke Jakarta melalui menabung dengan bekerja sedari sekolah.
Clop pula dengan dengan anda yang suka dengan tantangan dan petualangan, Penulis Ahmda Fuadi sukses membawa pembaca dengan cerita menegangkan tiga sekawan ini. Juga bagi anda yang ingin menganalisis ranah minang, inilah jawabannya novel tersebut banyak menggunakan bahasa minang (Sumatera).
Pendapatku
Novel ini cocok untuk dibaca sebagai bahan ajar, karena banyak hal yang dapat ditarik melalui pesan moralnya, pendidikan agama yang ditanamkan hingga perjuangan Hepi untuk pulang ke Jakarta melalui menabung dengan bekerja sedari sekolah.
Clop pula dengan dengan anda yang suka dengan tantangan dan petualangan, Penulis Ahmda Fuadi sukses membawa pembaca dengan cerita menegangkan tiga sekawan ini. Juga bagi anda yang ingin menganalisis ranah minang, inilah jawabannya novel tersebut banyak menggunakan bahasa minang (Sumatera).
No comments:
Post a Comment