- Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi
dengan menggunakan suatu bahasa. Bagaimana kemampuan berbahasa dikuasai
manusia, berkaitan erat dan sejalan dengan perkembangan manusia yang baru lahir
itu. Dalam perkembangan, kata-kata akan menjadi perkataan yang merupakan
abstraksi atau kata-kata yang mengandung makna. Proses gangguan berbicara dan
mengerti bahasa adalah proses serebral, yang berarti proses ekspresi verbal dan
komprehensi auditorik itu dilaksanakan oleh sel-sel saraf di otak yang disebut
neuron. Proses neuron di otak ini sangat rumit sekali untuk bisa dipahami.
Barangkali kalau kita sederhanakan bisa kita umpamakan dengan alat komputer
yang dapat menyimpan (storage) semua masukan dalam bentuk sandi elektronik
(coding), yang dapat diangkat kembali (recall) dari simpanan itu. Kemudian alat
komputer ini mengalihkan sandi itu dalam bentuk yang dapat dipahami oleh dunia
di luar komputer (decoding). Gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata
di otak adalah di daerah Broca, sedangkan gudang tempat menyimpan sandi
komprehensi kata-kata adalah di daerah Wernicke.
Berbahasa, seperti sudah disebutkan
di atas, berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Untuk dapat
berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti daerah Broca
dan Wernicke harus berfungsi dengan baik.
1.
Macam-Macam Gangguan Berbahasa
a.
Asia Motorik
Gangguan bahasa yang disebabkan
oleh adanya kerusakan langsung pada otak. Kerusakan pada belahan otak yang dominan
yang menyebabkan afasia motorik bisa terletak pada lapisan (lesikortikal)
daerah Broca. Atau pada lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) daerah
Broca atau juga di daerah otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi
transkortikal). Oleh karena, ituh didapati adanya tiga macam asia motorik ini.
1.)
Afasia Motorik Kortikal
Gangguan yang disebabkan oleh tumor
otak atau gamgguan pada otak seperti benturan dll. Afasia motorik kortikal
yaitu hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan
perkataan. Penedrita afasia motorik kortikal ini masih bisa mengerti bahasa
lisan dan bahasa tulisan. Namun, ekspresi verbalnya tidak bisa sama sekali;
sedangkan ekspresi visual (bahasa tulis bahasa isyarat masih bisa dilakukan.
2.)
Afasia Motorik Subkortikal
Penderita afasia motorik
subkortikal tidak dapat mengeluarkjan isi pikirannya dengan mengguanakan
perkataan; tetapi masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Selain
itu pengertian bahasa verbal dan visual tidak terganggu, dan ekspresi visual
pun berjalan normal.
3.)
Afasia Motorik Transkortikal
Gangguan berbicara yang masih bisa
berbicara tetapi tidak dimengerti orang lain. Afasia motorik transkortikal
terjadi karena terganggunya hubungan anatra daerah Broca dan Wernicke. Ini
berarti hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Jadi
penderita asia motorik transkortikal daoat mengutarakan perkataan yang singkat
dan tepat; tetapi masih mungkin mengguanakan perkataan substitusinya. Semua
penderita jenis afasia motorik jenis apapun bersikap “tidak berdaya”. Karena
keinginan untuk mengutarakan isi pikirannya besar sekali, tetapi untuk
melakukannya tidak ada kemampuan sama sekali.
b.
Afasia Sensorik
Kelainan ini di tandai dengan
kesuliatan dalam memberikan rangsangan yang diterimanya. Biasanya berbicara
sepontan, biasanya kurang relevan dengan situasi pembicaraanya tetapi masih
memiliki curah verbal. Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya
kerusakan pada leksikortikal di daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan.
Jadi, penderita asia sensorik ini kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa
tulis. Namun, dia masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami
oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
Cara mengatasi gangguan berbahasa
a.
Pendekatan proses
Pendekatan ini merupakan pendekatan
yang bertujuan untuk memperkuat suatu proses bahasa yaitu berkaitan dengan
penerimaan bahasa dan mengekpresikan bahasa.
b.
Pendekatan analisis tugas
Pendekatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan bahasa secara bertahap dan diurakan secara rinci.
c.
Pendekatan perilaku
Pendekatan ini dilakukan dengan
memperhatikan interaksi interpersonal anak dengan teman-teman sebayanya atau orang
yang berada di sekitarnya.
d.
Pendekatan pengaturan sistem
lingkungannya
Pendekatan ini bertujuan untuk
melakukan interaksi bahasa dengan pengaturan sistem secara menyeluruh yang
mencakup situasi dan peristiwa yang ada di dalamnya,yang dapat mendorong anak
untuk melakukan berbagai interaksi dalam komunkasi verbal.
- Gangguan Berpikir
Dalam
sosiolinguistik ada dikatakan bahwa setiap orang mempunyai kecenderungan untuk
menggunakan perkataan-perkataan yang disukainya sehingga corak bahasanyaadalah
khas bagi dirinya. Hal ini dalam sosiolinguistik disebut idiolek, atau ragam
bahasa perseorangan.
Ekspresi
verbal merupakan pengutaraan isi pikiran, maka yang tersirat dalam gaya bahasa
tentu adalah pikiran itu. Oleh karena, itu bisa disimpulkan
bahawa ekspresi verbal yang terganngu bersumber atau di sebabkan oleh pikiran
yang terganggu. Gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran
dapat berupa hal-hal berikut.
a.
Pikun (Demensia)
Penurunan fungsi daya ingat dan
daya pikir. Dr. Martina Wiwie S. Nasrum (Media Indonesia, 21 Mei 2001)
mengatakan bahwa kepikunan atau Demensia adalah suatu penurunan fungsi memori
atau daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk. Penyebab pikun ini antara lain karena
terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk menurunnya zat-zat kimia
dalam otak.
b.
Sisofrenik
Gangguan
berbahasa akibat gangguan berfikir, di mana penderita dalam curah verbalnya
penuh dengan kata-kata silogisme dan berbicara terus menerus. Sisofrenik adalah
gangguan berbahasa akibat gangguan berfikir.
c.
Depresif
Orang yang tertekan jiwanya yang
memproyeksikan dirinya pada gaya bahasanya dan makna curah verbalnya. Volume
curah verbalnya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus oleh interval
yang cukup panjang. Namun, arah arus isi pikiran tidak terganggu. Kelancaran
bicaranya terputus-putus oleh tarikan napas dalam, serta pelepasan napas yang
panjang. Perangai emosional yang terasa.
Cara mengatasi gangguan berpikir
1.
Psikofarmalogi
, merupakan terapi kejiwaan yang menggunakan bat-obatan. Tujuannya untuk menghilangkan gejala-gejala klinis yang
muncul pada gangguan fungsi neoroktransmitter yang ada di dalam tubuh.
2.
Psikososial, merupakan terapi yang
bertujuan agar penderita dapat mampu beradaptasi kembali dengan lingkungan
sosial.Selain itu, terapi ini bertujuan untuk meningkatkan sisi kemandirian di
dalam dirinya sendiri.
C.
Gangguan Bicara
a. Pengertian Gangguan Bicara
Gangguan berbicara adalah kelainan
atau hambatan yang dialami seseorang dalam proses berbicara
dan berkomunikasi yang disebabkan oleh beberapa faktor tertentu. Gangguan
berbicara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori. Pertama, gangguan
mekanisme berbicara dan yang kedua, gangguan berbicara psikogenik.
b. Macam-macam Gangguan Bicara
1. Gangguan Kefasihan
Penderita yang mengalami gangguan
kefasihan berbicara (fluency disorder) biasanya mengalami kegagapan,
pengulangan kata-kata, latah, atau memperpanjang bunyi, silaba, atau kata
tertentu.
Gagap biasanya diderita oleh
anak-anak dan biasanya hilang seiring pertambahan usianya. Namun demikian,
tidak sedikit orang dewasa yang menderita gagap. Orang yang gagap sebenarnya
tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak benar, namuin mereka tidak mampu
mengendalikannya ujarannya. Selain gagap, gangguan kefasihan juga dapat berupa
gangguan psikogenik seperti berbicara manja, berbicara kemayu, dan latah.
2.
Gangguan Artikulasi
Orang yang mengalami gangguan
artikulasi biasanya bermasalah dalam melafalkan bunyi atau melafalkan bunyi
dengan keliru. Ganguan artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan
tenggorokan, kecelakaan, bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor lain
yang mengakibatkan rusaknya organ bicara.
Gangguan
artikulasi pada anak-anak masih dianggap normal, namun seiring perkembangannya,
jika gangguan artikulasi masih terjadi, maka hal tersebut sudah dapat dianggap
sebagai sebuah kelainan atau penyakit.
3.
Dileksia
Disleksia adalah
gangguang akan ketidakmampuan membaca, yaitu ketidakmpuan membaca anak berada
di bawah kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi,
usia, dan pendidikannya. Gangguan ini bukan bentuk dari
ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada
bagaimana otak mengolah dan memproses. Setelah anak memasuki usia sekolahnuntuk
beberapa waktu. Menurut T.L. Harris dan R.E Hodges (Corsini, 1987: 44)
disleksia mengarah pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan,
pendengaran intelegensinya normal, dan keterampilan usia bahasanya sesuai.
Disleksia ditandai dengan adanya
kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan
dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Angka kejadian di dunia
berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling
sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan
belajar mengalami disleksia. Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak
laki-laki dibandingkan dengan perempuan yang berkisar 2:1 sampai 5:1.
Berikut cara-cara mengatasi
disleksia dengan menggunakan berbagai metode berikut, yaitu:
a.
Metode Multy-Sensory
Dengan
metode yang terintegrasi, disini anak akan diajarkan mengeja tidak hanya
berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan
kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam
prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk
huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di
lembaran kertas. Cara ini memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran,
penglihatan, dan sentuhan. Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat
kembali huruf-huruf.
b.
Membangun Rasa Percaya Diri
Gangguang disleksia pada anak-anak
sering tidak dipahami dan diketahui dalam lingkungannya, termasuk orang tuanya
sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar
karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan
anak-anak lain. Oleh karena itu, mereka sering dilecehkan, diejek, ataupun
mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan
kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua
dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini
untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan,
tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari
proses pengenalan dan pemahaman sederhana, hingga permainan kata dan kalimat
dalam buku-buku cerita sederhana.
c.
Terapi
Saat anak-anak diketahui mengalami
disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti terapi mengulang
dengan penuh kesabaran dan ketekunan membantu si anak mengatasi kesulitannya.
Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau
menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan.
Anak-anak
tertentu, khusunya disleksia tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan
tinggi dan akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang
sesuai usia. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang
dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun
diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai.
No comments:
Post a Comment