Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Tuesday, 3 July 2018

Psikolinguistik Gangguan Berbahasa



  1. Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Bagaimana kemampuan berbahasa dikuasai manusia, berkaitan erat dan sejalan dengan perkembangan manusia yang baru lahir itu. Dalam perkembangan, kata-kata akan menjadi perkataan yang merupakan abstraksi atau kata-kata yang mengandung makna. Proses gangguan berbicara dan mengerti bahasa adalah proses serebral, yang berarti proses ekspresi verbal dan komprehensi auditorik itu dilaksanakan oleh sel-sel saraf di otak yang disebut neuron. Proses neuron di otak ini sangat rumit sekali untuk bisa dipahami. Barangkali kalau kita sederhanakan bisa kita umpamakan dengan alat komputer yang dapat menyimpan (storage) semua masukan dalam bentuk sandi elektronik (coding), yang dapat diangkat kembali (recall) dari simpanan itu. Kemudian alat komputer ini mengalihkan sandi itu dalam bentuk yang dapat dipahami oleh dunia di luar komputer (decoding). Gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata di otak adalah di daerah Broca, sedangkan gudang tempat menyimpan sandi komprehensi kata-kata adalah di daerah Wernicke.
Berbahasa, seperti sudah disebutkan di atas, berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti daerah Broca dan Wernicke harus berfungsi dengan baik.
1.      Macam-Macam Gangguan Berbahasa
a.       Asia Motorik
Gangguan bahasa yang disebabkan oleh adanya kerusakan langsung pada otak. Kerusakan pada belahan otak yang dominan yang menyebabkan afasia motorik bisa terletak pada lapisan (lesikortikal) daerah Broca. Atau pada lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) daerah Broca atau juga di daerah otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal). Oleh karena, ituh didapati adanya tiga macam asia motorik ini.
1.)      Afasia Motorik Kortikal
Gangguan yang disebabkan oleh tumor otak atau gamgguan pada otak seperti benturan dll. Afasia motorik kortikal yaitu hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penedrita afasia motorik kortikal ini masih bisa mengerti bahasa lisan dan bahasa tulisan. Namun, ekspresi verbalnya tidak bisa sama sekali; sedangkan ekspresi visual (bahasa tulis bahasa isyarat masih bisa dilakukan.
2.)      Afasia Motorik Subkortikal
Penderita afasia motorik subkortikal tidak dapat mengeluarkjan isi pikirannya dengan mengguanakan perkataan; tetapi masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Selain itu pengertian bahasa verbal dan visual tidak terganggu, dan ekspresi visual pun berjalan normal.
3.)      Afasia Motorik Transkortikal
Gangguan berbicara yang masih bisa berbicara tetapi tidak dimengerti orang lain. Afasia motorik transkortikal terjadi karena terganggunya hubungan anatra daerah Broca dan Wernicke. Ini berarti hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Jadi penderita asia motorik transkortikal daoat mengutarakan perkataan yang singkat dan tepat; tetapi masih mungkin mengguanakan perkataan substitusinya. Semua penderita jenis afasia motorik jenis apapun bersikap “tidak berdaya”. Karena keinginan untuk mengutarakan isi pikirannya besar sekali, tetapi untuk melakukannya tidak ada kemampuan sama sekali.
b.      Afasia Sensorik
Kelainan ini di tandai dengan kesuliatan dalam memberikan rangsangan yang diterimanya. Biasanya berbicara sepontan, biasanya kurang relevan dengan situasi pembicaraanya tetapi masih memiliki curah verbal. Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan pada leksikortikal di daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan. Jadi, penderita asia sensorik ini kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis. Namun, dia masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
Cara mengatasi gangguan berbahasa
a.        Pendekatan proses
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang bertujuan untuk memperkuat suatu proses bahasa yaitu berkaitan dengan penerimaan bahasa dan mengekpresikan bahasa.
b.       Pendekatan analisis tugas
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bahasa secara bertahap dan diurakan secara rinci.
c.        Pendekatan perilaku
Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan interaksi interpersonal anak dengan teman-teman sebayanya atau orang yang berada di sekitarnya.
d.       Pendekatan pengaturan sistem lingkungannya
Pendekatan ini bertujuan untuk melakukan interaksi bahasa dengan pengaturan sistem secara menyeluruh yang mencakup situasi dan peristiwa yang ada di dalamnya,yang dapat mendorong anak untuk melakukan berbagai interaksi dalam komunkasi verbal.
  1. Gangguan Berpikir
Dalam sosiolinguistik ada dikatakan bahwa setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menggunakan perkataan-perkataan yang disukainya sehingga corak bahasanyaadalah khas bagi dirinya. Hal ini dalam sosiolinguistik disebut idiolek, atau ragam bahasa perseorangan.
Ekspresi verbal merupakan pengutaraan isi pikiran, maka yang tersirat dalam gaya bahasa tentu adalah pikiran itu. Oleh karena, itu bisa disimpulkan bahawa ekspresi verbal yang terganngu bersumber atau di sebabkan oleh pikiran yang terganggu. Gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa hal-hal berikut.
a.              Pikun (Demensia)
Penurunan fungsi daya ingat dan daya pikir. Dr. Martina Wiwie S. Nasrum (Media Indonesia, 21 Mei 2001) mengatakan bahwa kepikunan atau Demensia adalah suatu penurunan fungsi memori atau daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk. Penyebab pikun ini antara lain karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk menurunnya zat-zat kimia dalam otak.
b.             Sisofrenik
Gangguan berbahasa akibat gangguan berfikir, di mana penderita dalam curah verbalnya penuh dengan kata-kata silogisme dan berbicara terus menerus. Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berfikir.
c.              Depresif
Orang yang tertekan jiwanya yang memproyeksikan dirinya pada gaya bahasanya dan makna curah verbalnya. Volume curah verbalnya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus oleh interval yang cukup panjang. Namun, arah arus isi pikiran tidak terganggu. Kelancaran bicaranya terputus-putus oleh tarikan napas dalam, serta pelepasan napas yang panjang. Perangai emosional yang terasa.
Cara mengatasi gangguan berpikir
1.      Psikofarmalogi , merupakan terapi kejiwaan yang menggunakan bat-obatan. Tujuannya  untuk menghilangkan gejala-gejala klinis yang muncul pada gangguan fungsi neoroktransmitter yang ada di dalam tubuh.
2.      Psikososial, merupakan terapi yang bertujuan agar penderita dapat mampu beradaptasi kembali dengan lingkungan sosial.Selain itu, terapi ini bertujuan untuk meningkatkan sisi kemandirian di dalam dirinya sendiri.

C.   Gangguan Bicara
a.       Pengertian Gangguan Bicara
Gangguan berbicara adalah kelainan atau hambatan yang dialami seseorang dalam proses berbicara dan berkomunikasi yang disebabkan oleh beberapa faktor tertentu. Gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara dan yang kedua, gangguan berbicara psikogenik.
b.      Macam-macam Gangguan Bicara
1.      Gangguan Kefasihan
Penderita yang mengalami gangguan kefasihan berbicara (fluency disorder) biasanya mengalami kegagapan, pengulangan kata-kata, latah, atau memperpanjang bunyi, silaba, atau kata tertentu.
Gagap biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya hilang seiring pertambahan usianya. Namun demikian, tidak sedikit orang dewasa yang menderita gagap. Orang yang gagap sebenarnya tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak benar, namuin mereka tidak mampu mengendalikannya ujarannya. Selain gagap, gangguan kefasihan juga dapat berupa gangguan psikogenik seperti berbicara manja, berbicara kemayu, dan latah.
2.      Gangguan Artikulasi
Orang yang mengalami gangguan artikulasi biasanya bermasalah dalam melafalkan bunyi atau melafalkan bunyi dengan keliru. Ganguan artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan tenggorokan, kecelakaan, bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor lain yang mengakibatkan rusaknya organ bicara.
Gangguan artikulasi pada anak-anak masih dianggap normal, namun seiring perkembangannya, jika gangguan artikulasi masih terjadi, maka hal tersebut sudah dapat dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyakit.
3.      Dileksia
Disleksia adalah gangguang akan ketidakmampuan membaca, yaitu ketidakmpuan membaca anak berada di bawah kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia, dan pendidikannya. Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses. Setelah anak memasuki usia sekolahnuntuk beberapa waktu. Menurut T.L. Harris dan R.E Hodges (Corsini, 1987: 44) disleksia mengarah pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan, pendengaran intelegensinya normal, dan keterampilan usia bahasanya sesuai.
Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia. Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yang berkisar 2:1 sampai 5:1.
Berikut cara-cara mengatasi disleksia dengan menggunakan berbagai metode berikut, yaitu:
a.              Metode Multy-Sensory
Dengan metode yang terintegrasi, disini anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan, dan sentuhan. Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat kembali huruf-huruf.
b.             Membangun Rasa Percaya Diri
Gangguang disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami dan diketahui dalam lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu, mereka sering dilecehkan, diejek, ataupun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana.
c.              Terapi
Saat anak-anak diketahui mengalami disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti terapi mengulang dengan penuh kesabaran dan ketekunan membantu si anak mengatasi kesulitannya. Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan.
Anak-anak tertentu, khusunya disleksia tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan tinggi dan akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang sesuai usia. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai.


No comments:

Post a Comment