Setelah sekian kalinya untuk menulis, kali ini saya berbagi cerpen yang termuat dalam buku antologi cerpen "KINI" yang di terbitkan oleh ellunar Publishing. Dengan ketentuan saya mengikuti perlombaan yang telah di bagikan sosial media.
Jalan
Kelabu Bertabur Bintang
Dewi
Sebuah
istana megah berdiri dihadapanku, seorang perempuan berbalut busana arab berada
di sampingku. Dan tepat disebelahnya terdapat seorang laki-laki berambisius
dengan gaya detektifnya, lalu seorang raja menghadap kami.
“Cepatlah,
aku sudah tidak tahan dengan rencana busuk Ormerd.” Ucap Raja Alvis.
“Siap
laksanakan.” Kevin yang ambisius bak detektif Serlock Holmes bersiap untuk
menjalankan perintah.
“Vin
ingat ya, jangan gegabah.” Ucap Alisa.
“Naura
kau harus semangat.” Alisa berpaling memandangku, sedangkan aku hanya
menganggukkan kepala.
“Disini
kami memerlukan prajurit untuk penjaga jumlahnya kurang lebih seribu orang
untuk empat titik. Ada yang di depan, belakang dan di sampingnya.” Ucapku.
Dan
semuanya merencanakan setiap apa yang dibicarakan oleh kami. Suasana malam ini
semakin suram, langkahku terus menyusuri lorong megah berbalut kilauan kaca
ini. Dan kami pun terhenti di peristirahatan.
“Untuk
mempersiapkan tenaga sebaiknya kita pulang dulu. Baru selesai sholat isya kita
kembali lagi.” Ucap Kevin.
“Aku
setuju, lebih baik kita selesaikan dulu urusan kita di bumi dan mempersiapkan
segalanya.” Aku berbicara dan kami pun menyetujuinya.
***
Kasus
besar dengan misi yang berat sudah di depan mata. Perang dengan penguasa tamak
harus dilaksanakan detik ini juga.
“Naura,
siapkan serbuk cahaya bintang dan Alisa yang urus kode angkanya sedangkan aku
akan membuka pintu.” Ujar Kevin sedari menunjuk sebuah pintu belakang menuju
kebunku berubah menjadi warna kelabu yang tertulis diatasnya abad ke 22.
Segera
mungkin aku menaburkan serbuk cahaya bintang itu, hingga terdengar suara kunci
terbuka.
“Open the key, please!”
Ucap Alisa, sedang Kevin dengan sekuat tenaga membuka pintu dan benda itu pun
terbuka lebar.
Walau
bintang itu berjutaan tahun cahaya jauhnya. Namun, dalam pintu penghubung
dimensi bintang ini, kami disambut oleh nebula yang seiring mata memandang
semuanya kilauan benda antariksa.
“Luar
biasa indah, abad dua puluh dua memang telah mempermudah jarak jauh. Apalagi di
angkasa ada kerajaan.” Kevin terkagum.
Tak
terduga terdengar suara ledakan di sekeliling istana. Kami segera bergerak
menuju arah gemuruh itu.
“Benar
saja, si Ormerd sudah beraksi.” Kevin menggerutu.
“Apa
orang didalam tidak mendengar suara ledakan itu?” Tanya Alisa.
“Mungkin,
karena istana itu terlalu besar dan memakai peredam suara.” Ucapku.
“Mungkin
saja.” Sambung Kevin.
Asap
yang mengepul membumbung tinggi. Rasa khawatir itu melanda, sebab acara ulang
tahun Putri Eliana sedang berlangsung di dalam. Tidak hanya orang kerajaan
saja, disana terdapat banyak penduduk yang hadir untuk merayakannya.
“Vin,
kau harus tunggu aba-aba kami.” Alisa mengingatkan.
Kami
bertiga berpencar untuk menemukan persembunyian Ormerd. Aku terus berjalan
dengan pasti disetiap sudutnya, langkahku perlahan mendekati tampuk air mancur
lantai paling atas. Warnanya biru benderang berbeda dari yang lain.
“Naura
kau sudah menemukan Ormerd?” Tanya Alisa membuyarkan lamunanku dan aku hanya menggelengkan
kepala.
“Ngomong-ngomong
kemana Kevin? Apa jangan-jangan dia ditangkap?” Aku berbalik tanya.
Namun
pertanyaanku belum dijawab oleh Alisa. Ia berlari kencang, semantara aku
mengikutinya dari belakang. Suara ledakan keras kembali terdengar hingga ke
dalam istana. Semua prajurit mengamankan warganya. Akhirnya kami mendapati
Kevin di lantai satu, nampaknya ia sedang membidik anak panah.
“Apa-apaan
kau Vin? Arah panahmu akan melukai Raja Alvis.” Ucapku dengan tegas. Terlihat
dibawah kami Raja Alvis dan putrinya sedang memejamkan mata dengan mengucapkan
matra yang tak ku mengerti.
“Sssttt,
jangan keras-keras. Aku curiga dengan Raja Alvis yang satu ini, sebab feelingku pasti tidak pernah meleset.
Dia adalah jelmaan Ormerd.”
“Aku
tidak percaya.” Alisa berusaha merebut anak panah dari Kevin. Tapi tidak
berhasil dan akhirnya mendarat salah sasaran.
“Oh,
tidak panahmu mengenai Putri Eliana.” Aku segera menyelamatkan putri.
“Jangan,
Naura. Sebaiknya kau disini.” Kevin berteriak.
Aku
tak peduli lagi dengan ocehannya. Kuraih tubuh putri yang tergores panah,
cairan merah segar mengalir begitu saja dan aku segera menegukannya ramuan.
“Hahaha…
akhirnya kau muncul juga makhluk bumi.” Ucap Raja Alvis.
“Bukankah
kau sang raja?” Tanyaku.
Dengan
cepat ia mengibaskan jubahnya dan benar saja dugaan Kevin. Ia Ormerd yang
menyamar menjadi raja. Situasi berbalik sekarang, aku terdesak. Ia mendekatiku
dengan tangan robotnya yang terkenal canggih.
Kevin
dan Alisa datang dengan mengeluarkan senjatanya. Namun, apa dikata peluru dan
panah tidak menggoyahkan tameng Ormerd.
“Jangan
menghalangi jalanku bocah-bocah. Karena aku ini penguasa bintang dan aku akan
merebut sekalian dunia kalian juga. Kalian ini lemah, menjaga pemimpin saja
tidak becus.” Ormerd berceloteh sombong, aku sontak terkejut dan geram. Raja
Alvis telah memerintahkan kami untuk melindungi seluruh anggota kerajaannya dan
misi ini telah hancur.
Di pihak lain Kevin ataupun Alisa kewalahan. Tekadku sudah
bulat, ku taburkan serbuk cahaya bintang ke tubuh putri kemudian perlahan tapi
pasti tertiuplah oleh angin menuju tubuh Kevin dan Alisa, sisanya terbang
keatas langit-langit.
Tanpa
kusadari serbuk itu menuju tampuk air mancur, kilauannya memberikan efek maha
dasyat. Atap istana seketika roboh, seketika mataku gelap.
“Naura,
bangun.” Lirih Alisa sedari menangis.
“Aku
bersyukur kalian tidak apa-apa.” Ucapku.
“Kau
sudah bertindak gegabah. Kau melindungi kami dengan serbuk itu, tapi kau malah kehabisan.”
Sambung Alisa sedari terisak.
Aku
teringat dengan kata sebaik-baiknya manusia ialah bermanfaat untuk orang lain.
Ialah ungkapan kakakku.
“Sudahlah,
kita seharusnya berterimakasih padanya. Sebab Ormerd musnah menjadi debu.” Ujar
Kevin menjelaskan.
“Maaf
putri, kami tak bisa menyelamatkan ayahmu.” Ucapku.
Putri
menggelengkan kepala. “Tidak, ini bukan salah kalian.”
***
Air
mataku tiada henti menetes, suara riuh dari luar terdengar di telingaku.
“Naura
kau sudah sadar? Alhamdulillah.” Ucap Kakakku, Risma.
Ku
lihat sekeliling ternyata rumah putih berbau obat. Seketika kepalaku sakit. Dan
tersadar aku hanyalah korban bencana gempa beberapa hari lalu di kota
kelahiranku Yogya ini.
Mimpi
itu menjadi perjalanan kelabu. Dan aku akan penyimpan ingatan indah itu bersama
pikiran yang masih terbayang diatas bintang.
Profil diri
Dewi dengan nama pena Dewi Rima
Lahir di kota Angin (Majalengka), pada tanggal 14 Mei 1999. Bertempat tinggal
di Desa Parapatan, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka. Jln. Bpk. Suadi,
RT 005 / RW 003, Blok Lebe, no. 51, 45455. Penulis bisa dihubungi akun
facebook: Dewi Rima, via e-mail: dewirima6@gmail.com. atau no. hp. 083823191298. Karya puisinya
telah dimuat oleh Seruni Creative Publishing 2012, dimuat Cerpen di koran 2015,
satu cerpennya dimuat oleh Penerbit Probi 2015 dan mengikuti sayembara cipta
puisi tingkat nasional oleh True Indonesian Rhyme Legion 2016.
No comments:
Post a Comment