Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Sunday, 8 July 2018

Cerpen Penjelajah Waktu (Time Treveler) Antologi Buku Kini oleh Ellunar Publishing



Setelah  sekian kalinya untuk menulis,  kali ini saya berbagi cerpen yang termuat dalam buku antologi cerpen "KINI" yang di terbitkan oleh ellunar Publishing. Dengan ketentuan saya mengikuti perlombaan yang telah di bagikan sosial media.
 


Jalan Kelabu Bertabur Bintang
Dewi

Sebuah istana megah berdiri dihadapanku, seorang perempuan berbalut busana arab berada di sampingku. Dan tepat disebelahnya terdapat seorang laki-laki berambisius dengan gaya detektifnya, lalu seorang raja menghadap kami.
“Cepatlah, aku sudah tidak tahan dengan rencana busuk Ormerd.” Ucap Raja Alvis.
“Siap laksanakan.” Kevin yang ambisius bak detektif Serlock Holmes bersiap untuk menjalankan perintah.
“Vin ingat ya, jangan gegabah.” Ucap Alisa.
“Naura kau harus semangat.” Alisa berpaling memandangku, sedangkan aku hanya menganggukkan kepala.
“Disini kami memerlukan prajurit untuk penjaga jumlahnya kurang lebih seribu orang untuk empat titik. Ada yang di depan, belakang dan di sampingnya.” Ucapku.
Dan semuanya merencanakan setiap apa yang dibicarakan oleh kami. Suasana malam ini semakin suram, langkahku terus menyusuri lorong megah berbalut kilauan kaca ini. Dan kami pun terhenti di peristirahatan.
“Untuk mempersiapkan tenaga sebaiknya kita pulang dulu. Baru selesai sholat isya kita kembali lagi.” Ucap Kevin.
“Aku setuju, lebih baik kita selesaikan dulu urusan kita di bumi dan mempersiapkan segalanya.” Aku berbicara dan kami pun menyetujuinya.

***
Kasus besar dengan misi yang berat sudah di depan mata. Perang dengan penguasa tamak harus dilaksanakan detik ini juga.
“Naura, siapkan serbuk cahaya bintang dan Alisa yang urus kode angkanya sedangkan aku akan membuka pintu.” Ujar Kevin sedari menunjuk sebuah pintu belakang menuju kebunku berubah menjadi warna kelabu yang tertulis diatasnya abad ke 22.
Segera mungkin aku menaburkan serbuk cahaya bintang itu, hingga terdengar suara kunci terbuka.
“Open the key, please!” Ucap Alisa, sedang Kevin dengan sekuat tenaga membuka pintu dan benda itu pun terbuka lebar.
Walau bintang itu berjutaan tahun cahaya jauhnya. Namun, dalam pintu penghubung dimensi bintang ini, kami disambut oleh nebula yang seiring mata memandang semuanya kilauan benda antariksa.
“Luar biasa indah, abad dua puluh dua memang telah mempermudah jarak jauh. Apalagi di angkasa ada kerajaan.” Kevin terkagum.
Tak terduga terdengar suara ledakan di sekeliling istana. Kami segera bergerak menuju arah gemuruh itu.
“Benar saja, si Ormerd sudah beraksi.” Kevin menggerutu.
“Apa orang didalam tidak mendengar suara ledakan itu?” Tanya Alisa.
“Mungkin, karena istana itu terlalu besar dan memakai peredam suara.” Ucapku.
“Mungkin saja.” Sambung Kevin.
Asap yang mengepul membumbung tinggi. Rasa khawatir itu melanda, sebab acara ulang tahun Putri Eliana sedang berlangsung di dalam. Tidak hanya orang kerajaan saja, disana terdapat banyak penduduk yang hadir untuk merayakannya.
“Vin, kau harus tunggu aba-aba kami.” Alisa mengingatkan.
Kami bertiga berpencar untuk menemukan persembunyian Ormerd. Aku terus berjalan dengan pasti disetiap sudutnya, langkahku perlahan mendekati tampuk air mancur lantai paling atas. Warnanya biru benderang berbeda dari yang lain.
“Naura kau sudah menemukan Ormerd?” Tanya Alisa membuyarkan lamunanku dan aku hanya menggelengkan kepala.
“Ngomong-ngomong kemana Kevin? Apa jangan-jangan dia ditangkap?” Aku berbalik tanya.
Namun pertanyaanku belum dijawab oleh Alisa. Ia berlari kencang, semantara aku mengikutinya dari belakang. Suara ledakan keras kembali terdengar hingga ke dalam istana. Semua prajurit mengamankan warganya. Akhirnya kami mendapati Kevin di lantai satu, nampaknya ia sedang membidik anak panah.
“Apa-apaan kau Vin? Arah panahmu akan melukai Raja Alvis.” Ucapku dengan tegas. Terlihat dibawah kami Raja Alvis dan putrinya sedang memejamkan mata dengan mengucapkan matra yang tak ku mengerti.
“Sssttt, jangan keras-keras. Aku curiga dengan Raja Alvis yang satu ini, sebab feelingku pasti tidak pernah meleset. Dia adalah jelmaan Ormerd.”
“Aku tidak percaya.” Alisa berusaha merebut anak panah dari Kevin. Tapi tidak berhasil dan akhirnya mendarat salah sasaran.
“Oh, tidak panahmu mengenai Putri Eliana.” Aku segera menyelamatkan putri.
“Jangan, Naura. Sebaiknya kau disini.” Kevin berteriak.
Aku tak peduli lagi dengan ocehannya. Kuraih tubuh putri yang tergores panah, cairan merah segar mengalir begitu saja dan aku segera menegukannya ramuan.
“Hahaha… akhirnya kau muncul juga makhluk bumi.” Ucap Raja Alvis.
“Bukankah kau sang raja?” Tanyaku.
Dengan cepat ia mengibaskan jubahnya dan benar saja dugaan Kevin. Ia Ormerd yang menyamar menjadi raja. Situasi berbalik sekarang, aku terdesak. Ia mendekatiku dengan tangan robotnya yang terkenal canggih.
Kevin dan Alisa datang dengan mengeluarkan senjatanya. Namun, apa dikata peluru dan panah tidak menggoyahkan tameng Ormerd.
“Jangan menghalangi jalanku bocah-bocah. Karena aku ini penguasa bintang dan aku akan merebut sekalian dunia kalian juga. Kalian ini lemah, menjaga pemimpin saja tidak becus.” Ormerd berceloteh sombong, aku sontak terkejut dan geram. Raja Alvis telah memerintahkan kami untuk melindungi seluruh anggota kerajaannya dan misi ini telah hancur.
          Di pihak lain Kevin ataupun Alisa kewalahan. Tekadku sudah bulat, ku taburkan serbuk cahaya bintang ke tubuh putri kemudian perlahan tapi pasti tertiuplah oleh angin menuju tubuh Kevin dan Alisa, sisanya terbang keatas langit-langit.
Tanpa kusadari serbuk itu menuju tampuk air mancur, kilauannya memberikan efek maha dasyat. Atap istana seketika roboh, seketika mataku gelap.
“Naura, bangun.” Lirih Alisa sedari menangis.
“Aku bersyukur kalian tidak apa-apa.” Ucapku.
“Kau sudah bertindak gegabah. Kau melindungi kami dengan serbuk itu, tapi kau malah kehabisan.” Sambung Alisa sedari terisak.
Aku teringat dengan kata sebaik-baiknya manusia ialah bermanfaat untuk orang lain. Ialah ungkapan kakakku.
“Sudahlah, kita seharusnya berterimakasih padanya. Sebab Ormerd musnah menjadi debu.” Ujar Kevin menjelaskan.
“Maaf putri, kami tak bisa menyelamatkan ayahmu.” Ucapku.
Putri menggelengkan kepala. “Tidak, ini bukan salah kalian.”
***
Air mataku tiada henti menetes, suara riuh dari luar terdengar di telingaku.
“Naura kau sudah sadar? Alhamdulillah.” Ucap Kakakku, Risma.
Ku lihat sekeliling ternyata rumah putih berbau obat. Seketika kepalaku sakit. Dan tersadar aku hanyalah korban bencana gempa beberapa hari lalu di kota kelahiranku Yogya ini.
Mimpi itu menjadi perjalanan kelabu. Dan aku akan penyimpan ingatan indah itu bersama pikiran yang masih terbayang diatas bintang.

Majalengka, Mei 2017


Profil diri

Dewi dengan nama pena Dewi Rima  Lahir di kota Angin (Majalengka), pada tanggal 14 Mei 1999. Bertempat tinggal di Desa Parapatan, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka. Jln. Bpk. Suadi, RT 005 / RW 003, Blok Lebe, no. 51, 45455. Penulis bisa dihubungi akun facebook: Dewi Rima, via e-mail: dewirima6@gmail.com. atau no. hp. 083823191298. Karya puisinya telah dimuat oleh Seruni Creative Publishing 2012, dimuat Cerpen di koran 2015, satu cerpennya dimuat oleh Penerbit Probi 2015 dan mengikuti sayembara cipta puisi tingkat nasional oleh True Indonesian Rhyme Legion 2016.


No comments:

Post a Comment