TUGAS
1 (19 Februari 2013)
MATA
KULIAH:
PEMBINAAN
DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
POKOK
BAHASAN:
PERKEMBANGAN
BAHASA INDONESIA ABAD XX
Pengantar
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu
Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia
mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi
kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan
"Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan
"imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa
Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun
penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Bahasa Indonesia adalah
varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan
modern.
Aksara pertama dalam
bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera,
mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari
wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau
sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu
yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang
digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari
bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau
Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7
di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis
semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian
dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu
mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu
tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut
disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Bahasa Melayu Menjadi Bahasa
Indonesia
Bahasa melayu dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.
Bahasa melayupun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928.
Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan. Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa disamping fungsinya sebagai alat komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu cirri cultural, yang kedalam menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
Mengapa bahasa melayu di jadikan bahasa nasional? dalam hal
ini tidak dapat di pungkiri
bahwa bahasa melayu
mempunyai perenan yang sabgat penting dalam suatu kegiatan yang ada di
indonesia baik akibat dari permasalahan yang ditulis dalam salah satu surat
kabar di malaisia yang menggunakan bahasa melayu. Si abtara factor-faktor yang mempengaruhi di ambilnya
bahasa melayu menjadi bahasa nasisonal :
1. bahasa
melayu dalai bahasa sederhana. Komunikatif, dijadikan bahasa yang menciri khas
bagi perdagangan dan pelayanan disuatu pelabuhan indonesia maupun di
negara-negara luar indonesia
2. bahasa
melayu tidak mempunyai timgkatan tingkatan bahasa seperti yang di miliki oleh
bahasa lain.
3. bahasa
melayu dijadikan bahasa kebudayaan.
Peristiwa-peristiwa penting dalam
perkembangan bahasa Indonesia
1.
Pada
tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan
ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2.
Pada
tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian
pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu membantu penyebaran
bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3.
Tanggal
28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan
bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan
tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4.
Pada
tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang
menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana dan kawan-kawan.
5.
Pada
tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo.
Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu.
6.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang
salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
7.
Pada
tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8.
Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga
salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
9.
Pada
tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57,
tahun 1972.
10. Pada tanggal 31 Agustus 1972
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh
wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
11. Kongres Bahasa Indonesia III
yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978
merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang
diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
12. Kongres bahasa Indonesia IV
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan
dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih
ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
13. Kongres bahasa Indonesia V di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh
kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan
bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu
ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
14. Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770
pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi
Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VII
diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998.
Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan
sebagai berikut:
- Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
- Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sejarah
Ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)
Ejaan
merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu
bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga
terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan
dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa
penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:
Ejaan
van Ophuijsen
Ejaan ini
merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun
1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
a)
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
b) Huruf j untuk
menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
c) Huruf oe untuk
menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
d) Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan Republik (edjaan repoeblik)
adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947.
Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
a) Huruf oe
diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b) Bunyi hamzah
dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c) Kata ulang
boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d) Awalan di- dan
kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini
dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
a) huruf ‘oe’
menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
b) bunyi hamzah
dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’,
seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c) kata ulang
boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
d) awalan ‘di-’
dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan
Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan
penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan
Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan
mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari
Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan
Melindo
Ejaan
Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman Bersama Edjaan
Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha penyatuan sistem
ejaan dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan
ini dilakukan dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun
1959. Sistem ini tidak pernah sampai diterapkan.
Ejaan
Yang Disempurnakan
Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama
tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati
oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No.
57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu
Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada
tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih
luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Perbedaan-perbedaan
antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
- ‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
- ‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
- ‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
- ‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
- ‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
- ‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
- ‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
- awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan
sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai
berikut.
Perubahan Huruf Ejaan
Soewandi
Ejaan yang
Disempurnakan
dj
djalan, djauh
j jalan, jauh
j
pajung,
laju
y payung, layu
nj
njonja,
bunji
ny nyonya, bunyi
sj
isjarat, masjarakat
sy isyarat, masyarakat
tj
tjukup,
tjutji
c cukup, cuci
ch
tarich,
achir
kh tarikh, akhir
1.
Huruf-huruf di bawah ini, yang
sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad
asing, diresmikan pemakaiannya.
f
maaf, fasilitas
v
valuta, universitas
z
zeni, lezat
2.
Huruf-huruf q dan x yang lazim
digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a : b = p : q
Sinar-X
3.
Penulisan
di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu
di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang
mengikutinya.
di- (awalan)
di (kata
depan)
ditulis
di taman
dicuci
di kota
4.
Kata ulang ditulis penuh dengan
huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
anak-anak,
berjalan-jalan, meloncat-loncat.
Sumber:
1.
Wikipedia.com
2.
blogs.unpad.ac.id/bahasaindonesia/.../sejarah-dan-...
4.
http://ibnuhasanhasibuan.wordpress.com/2011/03/06/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia/
No comments:
Post a Comment